Kamis, 10 Maret 2011

Sistem Pendidikan Modern : Mencari Alternatif

Alternatif Sistem Pendidikan Modern

Berbicara tentang pendidikan tidak bisa dilepaskan dengan membicarakan sumberdaya manusia.  Dalam pendidikan sangat diharapkan tercetak “manusia baru” yang siap terjun dalam memperbaiki masyarakat.  Hal ini terungkap dalam jargon umum yang masyhur bahwa sarjana sebagai sosok produk pendidikan disebut sebagai “Agent of Social change”.  Melalui tangan merekalah diharapkan akan terbentuk suatu generasi terbaik yang menjadi ujung tombak suatu peradaban manusia.
            Namun jauh dari apa yang diharapkan, berita-berita tentang kejahatan, baik itu kejahatan pelajar dan kejahatan intelektual, akhir-akir ini banyak menghiasi media massa.  Kasus klasik tawuran antar pelajar misalnya, kasus abprsi dan pergaulan bebas di kalangan remaja, ditambah lagi semakin banyak pelajar yang menjadi pemakai NAZA (Narkotika, Alkohol dan Zat-zat Adiktif).  Semua masalah tersebut semakin membuat kita prihatin akan nasib generasi muda yang akan datang.
            Dari segi kebiasaan anak didik tampak kecenderungan tumbuhnya “budaya”  yang tidak kondusif bagi dunia pendidikan antara lain kebiasaan bersikap santai, kurang memiliki daya juang yang mandiri sehingga cenderung memilih jalan pintas, lebih berorientasi mengejar ijazah/gelar dan status sosial saja tetapi mengabaikan penguasaan ilmunya, hal ini nampak pada fenomena plagiat tulisan ilmiah, penerbitan ijazah palsu, jual-beli skripsi/nilai dan munculnya perguruan tinggi fiktif.
            Dari segi gaya hidup tampak ada kecenderungan sifat konsumtif, materialis, individualis, mengejar kenikamatan hidup.  Hal ini telah berakibat pada menipisnya kepedulian sosial karen aorientasi hidupnya hanya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.
            Sebenarnya munculnya kejahatan pelajar dan kejahatan intelektual menunjukkan bahwa masyarakat telah terbelenggu oleh pola pikir dan pola sikap sekuler yang jauh dari agama Islam, halal haram tidak lagi mereka jadikan sebagai tolak ukur bagi perbuaan mereka.
            Permasalahan ini begitu kompleks oleh karena itu mencari akar masalahnya menjadi sangat penting.  Bentuk-bentuk kejahatan tersebut hanya merupakan output, jadi yang juga haru sikut disoroti adalah input dan segala hal yang memproses input menjadi output.  Lalu dimana letak kegagalan sistem pendidikan modern yang selama ini telah diterapkan ?

A.      KURIKULUM PENDIDIKAN
Kurikulum adalah suatu kelompok pelajaran dan pengalaman yang diperoleh si pelajar di bawah bimbingan sekolah.  Atas dasar ini kurikulum mengandung dua sisi :
a). Mata pelajaran (ilmu pengetahuan itu sendiri)
b). Sistem/metode penyampaian pelajaran tersebut
            Konsep pendidikan dan pengajaran yang diterapkan penjajah, menurut Al Baghdadi dalam Islam Bangkitlah (1991) dilandasi dua hal  utama yaitu : pemisahan agama dari kehidupan (sekuler) dan menjadikan kepribadian Barat sebagai idola.
Sistem pendidikan peninggalan kolonial yang diterapkan saat ini hanya berkepentingan pada penyelenggaraan pendidikan umum saja, juga berpengaruh pada penyelenggaraan pendidikan swasta yang mengacu pada sistem kolonial yang memisahkan ilmu pengetahuan dari wawasan keagamaan, sulit mendapatkan lulusan dengan kadar ketaqwaan yang kukuh lewat pendidikan tersebut.
Cukup banyak yang mesti dikritisi dalam dunia pendidikan modern, sebut saja misalnya materi pelajaran yang merupakan software paling esensial di sekolah.  Faham sekuler diupayakan oleh penjajah untuk tetap dimasukkan dalam rangka menghilangkan pengaruh Islam dalam kehidupan.  Sains dipelajari semata-mata sebagai sains tanpa disertai nilai Islam yang mengikatnya.  Terlebih-lebih dalam masalah ilmu-ilmu sosial seperti sejarah, filsafat, hukum, sastra budaya, Islam dialienasikan darinya.
Beberapa teori yang harus dicermati karena bertentangan  dengan Aqidah Islam diantaranya adalah Mr.  Antoine Laurent Lavoisier (1789) yang menjurus pada pemahaman bahwa zat-zat itu tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan.  Teori ini telah menafikan peran Sang Pncipta.  Teori lain adalah teori Abiogenesis yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang ada di permukaan bumi ini berasal dari benda mati, segala sesuatu terjadi dengan sendirinya dan alamiah, intinya bahwa teori ini menyatakan bahwa segala sesuatu tidak memerlukan pencipta.  Semua teori ini berlandaskan pada pola pikir sosialis yang berseberangan dengan Islam.  Padahal Allah SWT berfirman :
“ Wahai orang yang beriman, percayalah kamu semua kepada Allah” (QS 4:136)
“Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya’ (QS As Sajdah 32:4).
Teori lain yang sangat bertentangan dengan Islam adalah Harold Urey yang mengemukakan disertasinya bahwa awal kehidupan (makhluk hidup) yang ada di bumi ini bukanlah diciptakan oleh pencipta, melinkan merupakan hasil reaksi amoniak (NH3) dengan arus listrik  kuat yakni kilat (petir).  Teori lain yang tak kalah menyesatkan adalah teori Darwin yang menyebutkan bahwa manusia berasal dari kera yang berevolusi menjadi manusia.
Teori-teori di atas sangat bertentangan dengan firman Allah:
‘”Sesungguhnya perumpamaan Isa di sisi Allah seperti halnya perumpamaan Adam. Ini diciptakan dari tanah, kemudian Dia katakan: “Jadilah Engkau! Maka jadilah ia” (QS Ali Imran 3:59).
Pengetahuan mengenai ide-ide  yang bertentangan dengan Aqidah Islam seperti contoh-contoh tersebut diatas seharusnya tidak boleh dimasukkan dalam kurikulum karena dengan mengajarkannya maka mendorong para pelajar untuk mengambil dan meyakininya sehingga merusak aqidah mereka.  Akan tetapi apabila  pengetahuan itu hendak dimasukkan dalam kurikulum, maka itu boleh dipelajari di PT saja dan harus disertai dengan penjelasan mengenai kesalahan dan kepalsuannya, serta diungkap pemikiran-pemikiran yang bathil supaya orang tidak akan mengambil dan meyakininya.
Hal lain yang sering disoroti dalam dunia pendidikan kita adalah proporsi materi keagamaan yang diberikan di sekolah.  Sekalipun pelajaran agama tetap diberikan tetapi proporsinya sangatlah minim.  Yang dimaksud disini adalah agama sebagai nidzomul hayah (aturan hidup) yang didalamnya ada standar perbuatan (hukum syara’) yang mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, bukan agama dalam pengertian terbatas yang terdapat di kurikulum yang bersifat hafalan yang tidak punya pengaruh bahkan cenderung diremehkan.  Sekarang ini pelajaran agama di sekolah identik dengan pelajaran ilmu sosial yang hanya dihafal menjelang ujian.  Di sekolah umum pelajaran agama hanya mendapatkan porsi 2 jam per minggu, kurang dari 5% dari total jam pelajaran dalam seminggu.  Di tingkt perguruan tinggi hanya 2 sks dari sekitar 150 sks yang harus diambil untuk menyelesaikan program S1 atau hanya sekitar 1,3% dari total sks.
Dengan demikian maka para pelajar setiap hari terus dipenuhi dengan ilmu sains dan teknologi dan mengalami kekeringan dalam perkembangan keagamaannya.  Oleh karena itu tidak mengherankan jika hasil pendidikan menjadi “ambivalen”.  Ahli dalam bidang sains tidak faham tentang Islam pun jauh dari bayangan.  Dengan demikian sangat logis jika putera-puteri di negeri Islam yang mengenyam pendidikan modern/sekuler – berperilaku menentang Islam. Selain itu sangat logis jika mayoritas alumninya ketika diserahi memegang tampuk pimpinan, pemerintahan, aparat penegak hukum, pendidikan dan kebudayaan, militer, dll telah memiliki pola pikir dan warna sekuler.
            Adapun dari sisi metode pengajaran, sistem pendidikan saat ini cenderung kepada transfer ilmu semata, tidak ada keinginan untuk menguasai ilmu secara komprehensif.  Hal ini disebabkan karena peran guru yang hanya mengurusi masalah menyelesaikan kurikulum pada waktu yang cepat, sementara mata ajaran yang harus diajarkan begitu banyak dan padat, bahkan terkesan materi-materi  yang diajarkan tidak bermanfaat.  Ditambah lagi siswa dibatasi waktu  belajarnya, sehingga para siswa hanya mengejar kelulusannya, bukan target penguasaan ilmu dan mendapat ijazah.
            Berbeda halnya dengan sistem pendiidkan Islam.  Tujuan kurikulum pendidikan Islam adalah memberikan bekal kepada siswa berupa pemikiran dan ide-ide yang sehat serta membentuk kepribadian Islam yang kuat.  Sehingga dalam pemndidikannya tidak dibedakan pendidikan dalam bidang agama dan umum, semua diberikan secara proporsional.  Pendidikan agama  diberikan dengan intensif untu memberikan bekal para sarjana muslim dalam mengembangkan sains dan teknologi.
            Metode yang digunakan dalam pendidikan di masa pemerintahan Islam bertujuan untuk membentuk pribadi muslim yang tangguh sekaligus membekalinya dengan pengetahuan yang diperlukan dalam kehidupan.  Ini terbukti dari banyaknya sarjana muslim yang tidak hanya menguasai berbagai bidang ilmu namun juga memadai pemahaman Islamnya.
            Beberapa program (materi dan metode) pendidikan yang pernah diterapkan pada masa pemerintahan Islam adalah sebagai berikut:
1). Materi pendidikan dibangun berdasarkan Aqidah Islam
2). Dalam pelaksanaan pendidikan, ilmu pengetahuan yang bersifat sains dan teknologi diajarkan seiring dengan pelajaran yang bersifat pemikiran/tsaqofah.  Namun demikian, sebagaimana sejarah membuktikan bahwa perkembangan yang pertama terlihat dari pemerintahan Islam saat itu adalah pemikiran Islam dalam artian ijtihad dan banyaknya mujtahid.  Pengiriman utusab-utusan khalifah ke beberapa negara termasuk ke China pada kurun waktu 644-656 H tidak mungkin dilakukan jika tanpa disertai pemahaman yang baik terhadap pemikiran Islam pada utusan tersebut.
            Pada abad ke-3 H perkembangan sains dan teknologi tampak semakin signifikan.  Fakta tersebut memberi gambaran kepada kita bahwa tsaqofah Islam memang ditransfer dengan intensif kepada kaum muslimin termasuk dalam dunia pendidikan.  Setelah tahapan kematangan pengetahuan tsaqofah Islam tertentu barulah diajarkan setelah mencapai kematangan berfikir secara Islami.  Beberapa program metode pendidikan yang diterapkan di masa pemerintahan Islam adalah sebagai berikut:
1). Bahasa pengantar yang digunakan adalah Bahasa Arab
2). Pengajaran sains dan teknologi diberikan tanpa memandang batas usia, tidak ada batasan waktu  seorang menyelesaikan suatu kajian ilmu.   Biasanya seorang murid belajar pada satu atau lebih dari satu orang guru.  Mereka mempelajari satu kitab atau lebih yang ditulis gurunya.  Setelah selesai, diberikan ujian lisan komprehensif memakai teknik diskusi tentang apa yang telah dipelajarinya.  Setelah lulus guru memberikan rekomendasi tertulis  (ijazah) bahwa seorang murid telah menguasai suatu ilmu.  Pada 320 H Abu Bakar Ar Raji, seorang dokter senior, pernah melakukan tes lisan terhadap calon dokter yang akan bertugas di Bghdad, sebagaimana dialami Ibnu Ushoibi’ah pada masa Khalifah Al Muqtadir.
3). Dalam sistem pendidikan Islam tidak dikenal adanya libur semester atau libur lainnya.  Tidak ada kendala waktu belajar, mengingat sistem pendidikan dilakukan seumur hidup.  Tidak ada syarat administrasi, rentang waktu menyelesaikan suatu studi, uang sekolah dan berbagai persyaratan untuk masuk sekolah.  Karena hal ini tergantung tingkat kemampuan siswa. 
4). Ilmu dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ilmu dipelajari untuk dimanfaatkan bukan sekedar ilmu semata.
            Demikian beberapa kebijakan-kebijakan yang diterapkan dalam pendidikan semasa Kekhilafahan islam.  Sistem ini telah terbukti mampu melahirkan sarjana-sarjana muslim yang berkualitas, baik dalam bidang iptek maupun imtak.

B. BIAYA PENDIDIKAN
            Fenomena menarik lain yang dapat kita saksikan pada sistem pendidikan modern adalah komersialisasi pendidikan.  Hal ini semakin terasa bagi mereka yang terpaksa bersekolah di swasta’.  Mahasiswa IPB saja yang merupakan PTN pada tahun 1999 ini sekitar 40 % mahasiswanya (yakni 4300 orang) tidak mampu lagi membayar SPP yang terus meningkat ! (Pikiran Rakyat, 9/4/99).  Berbagai pungutan sekolah dilakukan di luar SPP.  Pungutan-pungutan tersebut bahkan kurang perlu seperti keharusan siswa membeli buku pelajaran dari suatu penerbit, uang studi tour, seragam, dll.  Belum lagi ditambah biaya gedung, bangku, ujian, her, legalisasi dan tetek bengek lainnya.  Tidak sedikit orang tua yang mengeluh, akhirnya pasrah dan tidak mampu menyekolahkan anaknya. 
Dalam pandangan Islam pendidikan bukan barang dagangan, tapi kewajiban dan amanah Rasulullah SAW yang harus diwujudkan.  Masyarakat harus dipermudah mendapatkannya.  Sistem pendidikan di masa pemerintahan Islam tidak mengenal adanya uang sekolah/SPP.  Semua siswa dapat belajar dengan cuma-cuma.  Demikian halnya dengan guru-guru yang digaji oleh pemerintah, bukan oleh siswa.  Khalifah Al Muntashir mendirikan Madrasah Al Mustansiriah di Baghdad sebagai lembaga pendidikan yang bebas biaya.  Setiap siswa mendapat uang saku satu dinar.  Kehidupan siswa dijamin, baik berupa makanan, tempat tinggal dan buku-buku.  Dlam lingkungan sekolah terdapat pemandian, RS dan perpustakaan yang lengkap.  Semua itu dapat digunakan tanpa dipungut biaya sedikitpun.  Hal ini berlaku pula dengan sekolah/majelis ilmu yang diabngun perorangan.  Saat itu lembaga pendidikan dilakukan dengan sistem wakaf, bukan bisnis seperti perdagangan pada umumnya.

C. PERAN GURU DAN ORANG TUA DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN ANAK DIDIK
Tidak salah tentu, kalau kita mencoba menilai para dewan guru dan orang tua, sebab beliau-beliau itu punya akses besar terhadap dunia pelajar dan pendidikan.  Kalau kita cermati para guru di sekolah sekarang ini kebanyakan hanya transfer ilmu semata dan tidak peduli terhadap perkembangan perilaku dan kepribadian pelajar yang mulai mencari identitas dan jati dirinya yang apabila tidak diarahkan sejak dini akan ikut memperpanjang potret buram dunia pendidikan.
Sebenarnya para guru ikut bertanggungjawab terhadap anak didiknya, mulai dari masalah ilmu pengetahuan sampai perkembangan perilaku dan kepribadian mereka dan menyelamatkan mereka dari teori-teori barat yang jauh dari nilai-nilai agama.
Masalah klasik yang menyebabkan guru terkesan tidak peduli terhadap siswanya adalah masih rendahnya gaji guru, sehingga sebagian besar mereka harus mencari nafkah tambahan lain untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.  Hal inilah yang menyebabkan guru tidak punya waktu yang cukup untuk memperhatikan anak didiknya serta melakukan kajian komprehensif dan komparatif dari berbagai literatur sebagai tambahan wawasan mengajarnya.
Seperti dilaporkan oleh Sabili ( 17 Mei 2000) bahwa banyak guru yang berprofesi ganda mencukupi kebutuhannya, demikian menurut Kurniawan, Kepala Madrasah al Istiqomah, Cakung Jaktim.  “ Memang banyak guru yang nyambi bertani atau ngojek.  Menurut mardi “ Pak guru ojek”, guru SD di Bekasi, setiap pagi setelah memberi muridnya tugas, ia keluar dari areal sekolah untuk mangkal dengan motor ojeknya.  Hal itu dilakukannya pada jam pelajran, Kepala Sekolahnya bukan tidak tahu dengan keadaannya, “ Mengandalkan gaji guru saja tidak cukup, paling-paling tahan cuma seminggu.  Itu Juga sudah bagus malahan kadang cuma tiga-emapat hari”, ujarnya.
Dibandingkan dengan guru di negara lain memang gaji guru di Indonesia jauh tertinggal, rata-rata gaji guru di Indonesia adalah Rp 300 ribu – Rp400 ribu,.  Di Malaysia, guru rata-rata memperoleh gaji Rp 3 juta – Rp 4 juta.  Bahkan ada seorang guru SMEA Swasta di Manggarai Jakarta mengaku hanya mendapat honor bulanan Rp 50.000,-.  Padahal ia mengantungi gelar S1.
Di masa pemerintahan islam santunan bagi ilmuwan dan insinyur merupakan kebijakan yang selalu dipertimbangkan oleh pemerintah.  Tradisi memberikan santunan ini telah dimulai pada pemerintah khalifah Umar bin Khathab yang memberi gaji guru-guru di Medinah sebesar 15 dinar per bulan setara dengan Rp 4.800.000, relatif tidak berbeda dengan gaji Abu Bakar ketika menjadi khalifah 20,8 dinar/bulan setara denga Rp 6.630.000,- (Khalifah Rasulullah, CV Diponegoro, 1996).  Banu Musa hidup makmur di jaman kekhilafahan Baghdad (abad 3 H), sementara Al Jazari juga menerima santunan yang tidak sedikit dari para penguasa Aruqid.  Tiga ratus tahun setelah Abu Musa, Ibnu Al Haytsam, ilmuwan yang hidup pada masa Khalifah Al Hakim Bi’amrillah menerima gaji 100 dinar per bulan, dan akhirnya hanya beliau ambil 4 dinar.
Demikian pemerintah Islam senantiasa memperhatikan kesejahteraan para guru dan ilmuwan.  Dengan demikian sistem pemerintahannya mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi berkembangnya pendidikan.
Di samping para guru peran orang tua pun sangat dibutuhkan keterlibatannya dalam dunia pendidikan.  Saat ini peran orang tua terhadap pendidikan anak sangat kurang.  Mereka menyerahkan kepada para guru di sekolah.  Dalam Islam pendidikan bukanlah sekedar “transfer of knowledge” saja tanpa memperhatikan ilmu pengetahuan tersebut dapat mengubah sikap dan tingkah laku anak.  Oleh karena itu diperlukan pengawasan terhadap tingkah laku anak, sejauh mana mereka terikat dengan ide tentang kehidupan.  Disinilah peran orang tua sangat diharapkan.  Orang tua perlu memahami dasar-dasar pribadi individu, tahap-tahap untuk membentuk kepribadian Islam pada anak-anak, sejak mereka masih bayi sampai mereka aqil baligh.  Dengan peran guru dan orang tua inilah, generasi Islam akan menjadi generasi “ Khoiru Ummah”.
Tanggung Jawab orang tua terutama pada fase pendidikan, usia ….  Menurut Islam, peranan orang tua berdasarkan tahapan pendidikan anak dapat dilihat sebagai berikut :
a) Tahap I (usia 0 s/d 7 tahun); dimana anak sangat membutuhkan kasih sayang ortu terutama ibu. Peranan ibu sangat vital dan tidak dapat digantikan.  Apabila anak-anak mencapai usia 6 tahun, maka anak diajarkan adab sopan santun serta sifat-sifat akhlak yang mulia.
b)  Tahap II ( usia 7 s/d 12 tahun); merupakan tahap pemeliharaan anak dengan pengarahan nasehat, teguran dan peringatan dengan pukulan saat-saat tertentu.
c)  Tahap III (usia 10 s/d 15 tahun); merupakan tahap paling penting karena merupakan tahap pubertas sehingga tahap ini disebut tahap ta’dib (pengawasan/pendisiplinan).
d)  Tahap IV (usia > 15 tahun); dimana sikap orang tua harus berbeda dengan sebaliknya.

D. PERAN NEGARA DALAM MENYELENGGARAKAN PENDIDIKAN UMAT
Pendidikan adalah kebutuhan asasi umat, sebab dengan proses pendidikan umat dapat memahami tsaqofah Islam yang menjadi pengarah hidupnya.  Oleh karena itu, pendidikan menjadi tanggung jawab negara untuk menanganinya, dan termasuk kategori kemaslahatan umum yang harus diwujudkan oleh negara agar dapat dinikmati oleh seluruh rakyat.  Sabda Nabi SAW :
“Setiap imam adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas urusan yang dipimpinnya” (HR. Ahmad, Syaikhani, tirmidzi, Abu daud dari Ibnu Umar).
Beberapa peran pemerintah dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.   Pemerintah bertugas untuk menjaga aqidah umat, oleh karena itu kurikulum harus dibangun berdasarkan Aqidah Islamiyah.  Tidak dibenarkan tsaqofah-tsaqofah asing dipelajari di tingkat dasar dan menengah, hanya boleh di PT itupun dijelaskan kekeliruannya.  Sementara sains diberikan pada seluruh tingkatan pendidikan.
2.   Menurut ilmu merupakan kewajiban setiap muslim, karenanya seluruh lapisan masyarakat berhak mendapatkan berbagai fasilitas untuk memenuhi kewajiban terseburt.  Dan negara wajib mengadakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan tersebut.  Termasuk dalam hal ini adalah membangun gedung sekolah, perpustakaan, buku-buku, memberi gaji yang layak bagi para guru dan ilmuwan dan sebagainya yang dapat menunjang pelaksanaan kewajiban ini.
Sementara perhatian pemerintah terhadap sektor ini di Indonesia sangatlah kecil.   Dana untuk pendidikan hanya 6,8 % dari seluruh anggaran nasional (Sabili, 17/05/00).  Tentu saja ini tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan umat terhadap pendidikan, akibatnya biaya pendidikan sangatlah mahal dan banyak orang yag pada akhirnya putus sekolah.
3.   Individu muslim yang mampu diperbolehkan membangun sekolah dengan status badan waqaf dimana mereka menanggung seluruh biayanya; dan kurikulumnya harus disesuaikan dengan kurikulum negara.
4.   Masalah krusial yang sering dikaitkan dengan dunia pendidikan adalah dunia kerja.  Logikanya adalah bagaimana agar lulusan lembaga pendidikan dapat terserap ke duani kerja namun demikian ternyata masih banyak lulusan pendidikan yang menjadi pengangguran. Syari’at islam telah membebankan kepada negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang tanggung jawab pelaksanaannya ada di tangan khalifah.  Maka negara wajib membuat strategi pendidikan berdasarkan kepada tujuan pendidikan Islam dan kebutuhan tenaga ahli yang diperlukan masyarakat.  Hal ini dilakukan juga dalam rangka untuk menjamin kebutuhan pokok setiap warga negara.  Oleh karenanya negara mengusahakan agar lulusannya khususnya yang wajib untuk mencari nafkah untuk menyediakan lapangan kerja bagi mereka. Dalam Islam ilmu dipelajari dengan tujuan yang jelas.  Ilmu dipelajari bukan sekedar ilmu itu sendiri.  Ilmu yang tidak bermanfaat buat perkembangan masyarakat.  Dengan cara itu akan dihasilkan sarjana yang berkepribadian Islam, berilmu dan trampil, serta siap menjawab tantangan kehidupan bukan sejumlah pengangguran yang menjadi beban masyarakat.
Setiap muslim yang berkepribadian Islam, apapun tingkat pendidikan dan keterampilannya tidak akan menganggur, sebab bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan menanggung nafkah keluarganya dalam pandangan Islam hukumnya wajib.  Allah SWT berfirman :
“ Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf.  Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.  Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya dan warispun berkewajiabn demikian” (QS. Al Baqaroh:233)
Jadi seorang akan malu kalau menganggur dan akan merasa terhormat sekalipun mendapat pekerjaan yang kasar, asalkan halal.  Rasulullah pernah memuji sahabat Sa’ad bin Muadz r.a. yang tanggannya tebal karena bekerja kasar dengan mencium tangannya dan bersabda :
“(Ini adalah) dua tangan yang dicintai Allah ta’ala” (Abdul Aziz Al Badri, Hidup Sejahtera dalam Naungan Islam, hal 26).

KHATIMAH
Demikianlah gambaran tentang bagaimana sistem pendidikan yang seharusnya dijalankan untuk menghindari kehancuran umat manusia dewasa ini dari “Jahiliyah modern”, maka bagi kita kaum muslimin harus mengacu pada sistem pendidikan dan pembinaan yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat serta para khalifah terdahulu, sehingga berhasil mengangkat harkat dan martabat manusia ke tempat yang mulia dan berhasil mengangkat harkat dan martabat manusia ke tempat yang mulia dan berhasil memberikan cahaya (memimpin) atas umat manusia lainnya sebagai rahmat bagi alam semesta. 

0 comments: