Teori Kecemasan
2.1 Konsep Teori Kecemasan
2.1.1 Pengertian Kecemasan
Kecemasan
adalah sinyal yang menyadarkan, yang mengingatkan akan adanya bahaya yang
mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi
ancaman. Kecamasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak
diketahui, internal, samar-samar, atau konfliktual. (Kaplan & Sandoch,
1997).
Cemas
merupakan reaksi emosional terhadap persepsi, adanya bahaya, baik yang nyata
maupun yang nyata maupun yang hanya dibayangkan. Cemas dan ketakutan sering
digunakan dengan arti yang samar, tetapi, ketakutan biasanya merujuk akan
adanya ancaman yang spesifik, sedangkan cemas / ansietas merujuk akan adanya
ancaman yang tidak spesifik (Brunner & Suddarth, Ed. 8, 2001).
Cemas
(ansietas) merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai
dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan dari susunan saraf
autonomik (SSA). Ansietas merupakan gejala yang umum tetapi non spesifik yang
sering merupakan satu fungsi emosi. Ansietas yang partologik biasanya merupakan
kondisi yang melampaui batas rasional terhadap suatu ancaman yang
sungguh-sungguh dan maladaptif. Gangguan cemas menyeluruh merupakan keadaan
rasa risau dan cemas yang berlanjut dengan ketegangan motorik. Kegiatan
autonomik yang berlebihan dan selalu dalam keadaan siaga. Beberapa pasien
mengalami serangan panik dan depresi (Kaplan & Sadoch, 1998).
2.1.2 Tingkat Kecemasan
Tingkat kecemasan sebagai berikut :
1. Cemas ringan
Persepsi dan
perhatian meningkat, waspada, mampu untuk mengatasi situasi bermasalah. Dapat
mengintegrasikan pengalaman masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang.
Mendorong untuk belajar, dapat menfasilidasi secara konseptual, merumuskan
makna, ingin tahu, mengulang pertanyaan, kecenderungan untuk tidur (Carpenito,
1995).
Berhubungan dengan
ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi
waspada dalam meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas dapat memotivasi belajar
dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas (Stuart & Sundeen, 1998).
2. Cemas Sedang
Pesepsi agak menyempit,
secara selektif tidak perhatian, tetapi dapat mengarahkan perhatian. Sedikit
lebih sulit berkonsentrasi, belajar menuntut upaya lebih. Memandang pengalaman
saat ini dengan arti masa lalu. Dapat untuk mengenali apa yang terjadi pada
situasi sekarang, akan mengalami beberapa kesulitan dalam beradaptasi dan
menganalisa. Perubahan suara, peningkatan frekuensi pernafasan dan jantung,
tremor. (Cerpenito, 1995).
Ansietas
sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan perhatian pada hal yang penting
dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang
selektif namun dapat melakukan yang lebih terarah (Stuart & Sundean, 1998).
3. Cemas Berat
Persepsi
sangat berkurang, terfokus pada hal-hal kecil, dapat berkonsentrasi lebih
bahkan ketika diinstruksikan untuk melakukannya. Belajar sangat terganggu,
sangat mudah mengalihkan perhatian, tidak mampu berkonsentrasi. Hampir tidak
mampu untuk memahami situasi saat ini, komunikasi sulit dipahami,
hiperventalasi, takikardia, sakit kepala, pusing, mual (Capernito, 1995).
Sangat
mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada
suatu yang terperinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal lain.
Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan
banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain (Stuart &
Sundean, 1998).
Persepsi
menjadi terganggu, perasaan tentang terancam atau takur meningkat, komunikasi
terganggu, mengalami peningkatan tanda-tanda viral lebih dramatis, diare,
diaporesis, palpitasi, nyeri dada, muntah (Goodner & Roth, 1995).
4. Panik
Serangan panik
merupakan episode ketakutan yang berat dan mendadak atau teror. Selama serangan
panik, individu merasa pasti bahwa sesuatu yang menakutkan akan terjadi.
Perasaan ini biasanya disertai dengan gejala tertentu seperti jantung
berdebar-debar, sesak nafas, berkeringat, tremor otot, pinsan dan mual (Rita L.
Atkinson, dkk).
Tingkat panik
berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian pecah dari
proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali orang yang mengalami panik
tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan, panik dapat
melibatkan disorganisasi kepribadian. Dengan panik, terjadi peningkatan
aktifitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain,
persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional (Stuart &
Sundeen, 1998).
2.1.3 Faktor Predisposisi
Berbagai teori telah dikembangkan untuk
menjelaskan asal arsietas / cemas (Stuart & Sundeen, 1998).
1. Dalam pandangan psikoanalitik ansietas adalah konflik emosional
yang terjadi antara dua elemen kepribadian-id dan superego. Id mewakili
dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan
hati nurasi seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego
atau aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentanga, dan
fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2. Menurut pandangan interpersonal ansietas timbul dari perasaan
takut terhadap tidak adanya penerima dan penolakan interpersonal. Ansietas juga
berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang
menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah terutama mudah
mengalami perkembangan ansietas yang berat.
3. Menurut perilaku ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap ansietas sebagai suatu dorongan
untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan.
Pakar tentang pembelajaran menyakini bahwa individu yang terbiasa dalam
kehidupan dirinya dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering
menunjukkan ansietas pada kehidupan selanjutnya.
4. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan
hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga.a da tumpang tindih dalam gangguan
ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi.
5. Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor
khusus untuk benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas.
Penghambat asam aminobutirik-gamma neroregulator (GABA) juga mungkin memainkan
peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas, sebagaimana
halnya dengan endorfin. Selain itu, telah dibuktikan bahwa kesehatan umum
seseorang mempunyai akibat nyata sebagai prediposisi terhadap ansietas.
Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan
kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.
2.1.4 Ukuran Skala Kecemasan
Derajat
kecemasan dapat diukur dengan berbagai instrumen. Ada tes-tes kecemasan dengan
pertanyaan langsung, mendengarkan cerita penderita dengan pertanyaan langsung,
mendengarkan cerita penderita serta mengobservasi perilaku nonverbalnya. Ini
sangat berguna dalam menentukan adanya kecemasan dan untuk menetapkan
tingkatannya (Maramis, 1990). Instrumen lain yang dapat digunakan untuk
mengukur skala kecemasan adalah Hamilton Auxiety Rating Scale (HARS), yaitu
mengukur aspek kognitif yang meliputi (Hawari, 2001).
1) Perasaan
cemas ditandai dengan
Cemas, firasat buruk, takut akan pikiran
sendiri, mudah tersinggung.
2) Ketegangan
yang ditandai dengan
Merasa tegang, lesu, tidak dapat
istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, gelisah.
3) Ketakutan
ditandai oleh :
Ketakutan pada gelap, ketakutan ditinggal
sendiri, ketakutan pada orang asing, ketakutan pada binatang besar, ketakutan
pada keramaian lalu lintas, ketakutan pada kerumunan orang banyak.
4) Gangguan
tidur, ditandai oleh :
Sukar masuk tidur, terbangun malam hari,
tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, mimpi-mimpi, mimpi buruk, mimpi yang
menakutkan.
5) Gangguan
kecerdasan, ditandai oleh :
Sukar konsentrasi, daya ingat buruk, daya
ingat menurun.
6) Perasaan
depresi, ditandai oleh :
Kehilangan minat, sedih, bangun dini
hari, kurangnya kesenangan dalam hobi, perasaan berubah sepanjang hari.
7) Gejala
somatik, ditandai oleh :
Nyeri pada otot, kaku, kedutan otot, gigi gemertak,
suara tidak stabil.
8) Gejala
sensorik, ditandai oleh :
Tinitus, penglihatan kabur, muka merah
dan pucat, merasa lemah, perasaan ditusuk-tusuk.
9) Gejala
kardiovaskuler, ditandai oleh :
Takikardia, berdebar-debar, nyeri dada,
denyut nadi mengeras, rasa lemah seperti mau pingsan, detak jantung hilang
sekejap.
10) Gejala
pernafasan ditandai oleh :
Rasa tertekan atau sempit di dada,
perasaan tercekik, merasa nafas pendek/sesak, sering menarik nafas panjang.
11) Gejala
gasrointestinal, ditandai oleh :
Sulit menelan, mual, perut melilit,
gangguan pencernaan, nyeri lambung sebelum atau sesudah makan, rasa panas di
perut, perut terasa kembung atau penuh, muntah, defekasi lembek, berat badan
menurun, konstipasi.
12) Gejala
arogenital ditandai oleh :
Sering kencing, tidak dapat menahan
kencing, amanorrhoe, menorhagia, masa haid berkepanjangan, masa haid amat
pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, frigiditas, ejakulasi prekok, ereksi
melemah, ereksi hilang, impoten.
13) Gejala
otonom, ditandai oleh :
Mulut kering, muka merah kering, mudah
berkeringat, pusing, sakit kepala, kepala terasa berat, bulu-bulu berdiri.
14) Perilaku
sewaktu wawancara, ditandai oleh :
Gelisah, tidak tenang, jari gemetar,
mengerutkan dahi dan kening, muka tegang, tonus otot meningkat, nafas pendek
dan cepat, muka merah.
Cara penilaian
Skor 0 : tidak ada gejala sama sekali.
Skor 1 : 1 dari gejala yang ada
Skor 2 : separuh dari gejala yang ada
Skor 3 : lebih dari separuh gejala yang ada
Skor 4 : semua gejala ada
Penilaian hasil yaitu dengan menjumlahkan
nilai skor item 1 sampai dengan 14 dengan ketentuan sebagai berikut :
Skor kurang
dari 6 = tidak ada
kecemasan
Skor 6 sampai
dengan 14 = kecemasan ringan
Skor 14 sampai
dengan 27 = kecemasan sedang
Skor lebih
dari 27 =
kecemasan berat
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan
1) Pengalaman
Pada cemas ringan individu dapat
menginterpresasikan pengalaman masa lalu, saat in dan masa datang. Pada cemas
sedang memandang pengalaman saat ini dengan arti masa datang. Pada cemas berat
memandang pengalaman saat ini dengan arti masa lalu. Pada tingkat panik,
individu tidak mampu mengintergrasikan pengalaman, dapat berfokus hanya pada
hal saat ini (Carpenito, 1995)
2) Pendidikan
Pendidikan mempengaruhi status kesehatan
mental seseorang. Individu dengan tingkat pendidikan rendah memiliki faktor
resiko terjadi gangguan menyal dibandingkan yang berpendidikan lebih tinggi
(Stuart & Sundeen, 1991).
3) Pendapatan
yang rendah memiliki kecenderungan timbul gejala paskiatri yang lebih besar
dibandingkan dengan yang memiliki pendapatan yang lebih besar (Stuart &
Sundeen, 1991).
4) Jenis
kelamin
Jenis kelamin berpengaruh terhadap
terjadinya gangguan mental seseorang, karena antara laki-laki dan perempuan
mempunyai cara penyelesaian masalah yang berbeda-beda (Stuart & Sundeen,
1991).
5) Suku
Kebudayaan mempengaruhi terhadap gangguan
psikis seseorang. Karena setiap suku memiliki metode penyelesaian masalah yang
berbeda (Stuart & Sundeen, 1991).
6) Umur
Dibandingkan dengan kelompok umut yang
lebih muda, orang yang lebih tua lebih cepat mengatasi problem kejiwaan dan
dapat mengantisipasi bila masalah yang dihadapi timbul kembali (Stuart & Sundeen, 1991).
2.1.6 Stressor Pencetus
Stresor
pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Stresor pencetus
dapat dikelompokkan dalam dua kategori :
1. Ancaman terhadap
intrgritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau
menurunnya kapasitas untuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari.
2. Ancaman terhadap sistem
diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang
terintegrasi seseorang (Stuart dan Sundeen, 1008).
2.1.7 Mekanisme Koping
Ketika mengalami ansietas, individu
menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya,
ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama
terjadinya perilaku patologis. Pola yang cenderung digunakan seseorang untuk
mengatasi ansietas ringan cenderung tetap dominan ketika ansietas menghebat.
Anietas ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang serius. Tingkat ansietas
sedang dan berat membutuhkan banyak energi. Mekanisme kopong yang dapat
dilakukan :
1. Reaksi yang
berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari, dan berorientasi pada
tindakan untuk memenuhi secara realistik tuntutan situasi stres.
2. Mekanisme pertahan ego
membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang, tetapi jika berlangsung pada
tingkat tidak sadar dan melibatkan penipuan diri dan distribusi realitas, maka
mekanisme ini dapat merupakan respon maladaptif terhadap stres (Stuart dan
Sundeen, 1998).
0 comments:
Posting Komentar