Filsafat Empirisme
Salah satu konsep mendasar tentang
filsafat ilmu adalah empirisme atau ketergantungan pada bukti. Empirisme adalah
cara pandang bahwa ilmu pengetahuan diturunkan dari pengalaman yang kita alami
selama hidup kita. Di sini, pernyataan ilmiah berarti harus berdasarkan dari
pengamatan atau pengalaman.Oleh karena itu empirisme adalah aliran yang
menjadikan pengalaman sebagai sumber pengetahuan.Aliran ini beranggapan bahwa
penetahuan diperoleh melalui pengalaman dengan cara observasi atau pengindraan
kata seorang penganut empirisme.Kata empiris berasal dari kata yunani “empiris”
yang berarti pengalaman indrawi.[1]Aliran
iniberanggapan bahwa pengetahuan diperoleh melalui pengalaman dengan cara
observasi atau pengindraan.Pengalaman merupakan factor fundamental dalam
pengetahuan,ia meruppakansumber dari pengetahuan manusia.[2]
Hipotesaesa
ilmiah dikembangkan dan diuji dengan metode empiris, melalui berbagai
pengamatan dan eksperimentasi. Setelah pengamatan dan eksperimentasi ini dapat
selalu diulang dan mendapatkan hasil yang konsisten, hasil ini dapat dianggap
sebagai bukti yang dapat digunakan untuk mengembangkan teori-teori yang
bertujuan untuk menjelaskan fenomena alam.
John Lucke,bapak empirisme Britan mengatakan bahwa pada
waktu manusia dilahirkan akalnya merupakan sejenis buku catatan yang kosong
(tabula rasa),dan didalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman
indrawi.Menurut Locke seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan
menggunakan serta membandingkan ide-ide yang diperoleh dari pengindraan dan
refleksi yang pertama dan sederhana
tersebut.[3]
Ia memandang akal
sebagai sejenis tempat penampungan yang secara pasif akan menerima hasil-hasil
pengindraan tersebut.Hal ini berarti bahwa semua pengetahuan kita betapapun
rumitnya dapat dilacak lkembali dan apa yang tidak dapat dilacak kembali
bukanlah termasuk ilmu pengetahuan.[4]
Pengalaman adalah merupakan akibat suatu objek yang
merangsang alat indrawi,yang dengan demikian ini menimbulkan rangsangan syaraf
yang kemudian dibawa ke otak dan didalam otak rangsangan tersebut difahami dan
dicerna oleh otak sebagaimana adanya,atau berdasarkan atas rangsangan tersebut
dibentuklah tanggapan-tanggapan menngenai objekyang telah merangsang alat
indrawi.[5]
Empirisme Radikal
Empirisme radikal berpendirian bahwa semua pengetahuan
dapat dilacak kembali sebagaimana keterangan diatas dan apa yang tidak dapat
dilacak bukanlah ilmu pengetahuan ,inilah penganut empirisme radikal yang dapat
pula disebut dengan penganut sensasionalisme.tapi tidak semua penganut empirisme merupakan penganut sensasionalisme.diantar mereka ada yang
mengatakan kita dapat mengetahui suatu corak pengetahuan yang tidak
dapatdikembalikan pada pengindraan ,sekalipun dikatakan pula bahwa hal itu
bukanlah menyangkut pengetahuan mengenai eksistensi.
Contohnya adalah mungkin bagi kita untuk mengetahui tanpa
pengalaman sama sekali bahwa suatu kertas misalnya berwarna putih atau tidak
berwarna putih karena kita dapat mengatakan sesuatu itu A atau bukan A,karena
memang demikianlah cara orang itu mendefinisikan,misalnya.Contoh ini menurut
orang-orang empirisme radikal bukanlah disebut pengetahuan tetapi hanya
menerangkan bagaimana seseorang menggunakn kata-katannnya.[6]
Empirisme memegang peranan yang amat penting bagi
pengetahuan.Penganuat aliran ini menganggap pengalaman sebagi astu-satunya
sumber dan dasar ilmu pengetahuan.Penngalaman indrawi sering dianggap sebagai
pengadilan yang tertinggi Namun demikian,aliran ini memilki banyak kelemahan
karena: a. Indra sifatnya terbatas
b.
Indra sering menipu
c.
Objek juga menipu,seperti ilusi atau fatamorgana
jadi kelemahan empirisme ini karena keterbatasan indra
manusia sehingga muncullah aliran rasionalisme dimana ketika empirisme mengedepankan
indrawi sebagai sumber dari setiap pengetahuan,dan menganggapnya sebagai
pengenalan yang paling jelas dan sempurna orang-orang yang berfaham
rasionalisme menomersatukan rasio sebagai asal dari pengenalan yang
sejati,karena itu pengenalan indrawi masih merupakan suatu bentuk pengenalan
yang kabur.[7]
Ada banyak jenis empirisme ,tetapi pada
hakikatnya semua jenis empirisme mengutamakan pengelaman indrawi dalam proses
memperoleh pengetahuan
[1]
Ali Maksum,Pengantar Filsafat (Jogjakarta:Ar-ruzz Media,2008),halaman357
[2]
Uyoh Sadulloh,Pengantar Filsafat Pendidikan (Bandung:Alfabeta, 2003),halaman
32.
[3]
Louis O.Kattsoff(alih bahasa Soejono Soemargono),Pengantar Filsafat(New
York:The ronald Press Company/Yogyakarta:Tiara wacana yogya (,halaman 133
[4]
Ibid dan Ali Maksum,Pengantar Filsafat (Jogjakarta:Ar-ruzz
Media,2008),halaman357
[5]
Ishom Ahmadi,Ya ayyatuha an-nafsu al-muthmainnah
[6]
Louis O.Kattsoff(alih bahasa Soejono Soemargono),Pengantar Filsafat(New
York:The ronald Press Company/Yogyakarta:Tiara wacana yogya (,halaman 134
[7]
Ali Maksum,Pengantar Filsafat (Jogjakarta:Ar-ruzz Media,2008),halaman357
0 comments:
Posting Komentar