Senin, 11 April 2011

Kajian Teori Talasemia

Kajian Teori Talasemia

A. Definisi

Talasemia merupakan penyakit anemi hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari) penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (Hemoglobinopita) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh :
  1. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal), misalnya pada Hb S, Hb F, Hb D dan sebagainya
  2. Gangguan jumlah (salah satu/beberapa) rantai globin seperti pada talasemia
Kedua kelainan ini sering dijumpai bersama-sama dengan seorang pasien seperti talasemia Hb S atau talasemia Hb F. Penyakit ini banyak dijumpai pada bangsa-bangsa disekitar laut Tengah seperti Turki, Yunani, Cyprus dan lain-lain. Di Indonesia talasemia cukup banyak dijumpai bahan dikatakan merupakan yang paling banyak penderitanya dari pasien penyakit darah lainnya.
Secara klinis talasemia dibagi menjadi 2 golongan seperti berikut :
  1. Talasemia mayor, memberikan gejala klinik jelas
  2. Talasemia minor, biasanya tidak memberikan gejala klinik

B. Komplikasi

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolitis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun di dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Lempa yang besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan saja. Kadang-kadang talasemia disertai tanda hipersplerisme seperti leokopenia dan trombosito penia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.

C. Gambaran Klinik

Pada talasemia mayor gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1 tahun. Gejala yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur, berat badan kurang. Pada anak yang besar sering dijumpia adanya gizi buruk, perut membuncit, karena adanya pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba. Adanya pembesaran limpa dan hati tersebut mempengaruhi si pasien karena kemampuannya terbatas, limpa yng membesar ini akan mudah ruptur hanya karena trauma ringan saja.
Gejala lain (khas) ialah bentuk muka yang mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan perkembangan tulang muka dan tengkorak (gambarn radiologis tolong memperlihatkan medula yang lebar, korteks tipis dan trabekula kasar).
Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan, jika pasien telah sering mendapat transfusi darah ulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.
Penimbunan besi (hemosiderosis) dalam jaringan tubuh seperti pada hepar, limpa, jantung akan mengakibatkan gangguan faal alat-alat tersebut (hemokromatosis).

D. Pemeriksaan Diagnostik

  • Pemeriksaan Laboratorium
Hasil hapusan darah tepi didapatkan gambaran anisositosis, hipokromi, poikilositosis, sel target (fragmentosit dan banyak sel normoblas). Kadar besi dalam serum (S1) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dapat mencapai nol. Hemoglobin pasien mengandung Hb F yang tinggi biasanya lebih dari 30%. Kadang-kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien talasemia juga mempunyai Hb E. Pada umumnya pasien dengan talasemia Hb E maupun Hb S secara klinik lebih ringan daripada talasemia mayor. Biasanya mereka baru datang berobat atau ke dokter pada umur 4 – 6 tahun; sedangkan talasemia mayor gejala telah nampak sejak umur 3 tahun.

E. Penatalaksanaan

  • Medik
Hingga kini belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan psien talasemia. Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 g%) atau bila anak terlihat lemah tak ada nafsu makan.
Splenektromi dilakukan pada anak yang lebih tua dari umur 2 tahun sebelum terjadi pembesaran limpa atau hemasoderosis. Disamping itu diberikAn berbagai vitamin, tetapi preparat yang mengandung besi tidak boleh.
  • Keperawatan
Pada dasarnya perawatan pasien talasemia sama dengan pasien anemia lainnya, yaitu memerlukn perawatan tersendiri dan perhatian lebih.
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan nutrisi (pasien menderita anoreksi), resiko terjadi komplikasi akibat transfusi yang berulang-ulang, gangguan rasa aman dan nyaman dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.

1. Kebutuhan Nutrisi

Seperti pasien lain yang anemia, pasien talasemia juga menderita anoreksia bahkan hal itulah yang biasanya merupakan keluhan orangtua yang utama, maka yang dijumpai adalah pasien dengan keadaan gizi buruk dan pucat keadaan demikian jika tidak diatasi akan mungkin memperburuk keadaan pasein, perbaikan anoreksia hanya dengan memberikan transfusi darah disamping usaha memberikan makan per oral yang cukup gizi, tetapi tidak boleh diberikan makanan yang mengandung besi karena di dalam tubuh psien perlu disuapi dan dibujuk (cara menyediakan makanan sama dengan pasien penyakit darah lainnya)

2. Resiko terjadi komplikasi akibat transfusi darah

Talasemia adalah penyakit darah sel darah merah yang berumur pendek sebagai akibat penghancurn sel darah merah yang ada di dalam pembuluh darah. Untuk memperbaiki anemia tersebut hanya dengan memberikan]transfusi darah dan pemberian transfusi harus diberikan berulang-ulang. Transfusi diberikan jika kadar Hb kurang dari 6 g% dan karena jika baru 1 kali transfusi kenaikan kadar Hb sebelum mencukupi maka setiap seri diberikan 3 – 4 kali transfusi (diberikan setiap hari selama 3 – 4 hari) dan biasanya setiap seri 3 bulan sekali. Akibat transfusi berulang-ulang tersebut terjadi penimbunan besi dalam jaringan tubuh seperti pada kulit sehingga berubah warna kulit, menjadi kelabu, dan bila pada hati dan limpa terjadi pembesaran kedua organ tersebut, pembesaran limpa dapat menimbulkan bahaya ruptur. Jika penimbunan terjadi pada pankreas menyebabkan anak menderita diabetes mellitus dan jika terjadi pada jantung menyebabkan terjadinya gagal jantung. Oleh karena itu, jika merawat pasien talasemia di ruang perawatan harus memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi pada pasien.
Jika ditemukan gejala aritmia, pasien menjadi makin lemah suatu kemungkinan gagal jantung. Bila pasien berkemih lebih banyak daripada biasanya dan pasien menjadi makin lemas dan berat badan sukar bertambah kemungkinan pasien menderita diabetes mellitus. Bila terdapat gejala yang demikian hendaknya segera menghubungi dokter.
Selain resiko seperti yang disebutkan juga kemungkinan terjadi reaksi akibat transfusi harus dipahami misalnya timbul urtikaria, kenaikan suhu yang tinggi disertai menggigil atau pasien mengeluh pusing, mata berkurang dan sebagainya. Jika terdapat gejala tersebut hentikan dahuku transfusinya, dan beritahukan dokter.

3. Gangguan psikososial dan rasa aman / nyaman

Pasien talasemia mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan sebagai akibat penyakitnya yang berat dan lama karena anemia diderita sepanjang umurnya. Anak sangat lemah, tak bergairah, bahkan bicara saja jarang, pasien tidak pernah meminta sesuatu, gerakannya sangat lamban. Dalam keadaan demikian semua kebutuhan pasien harus ditolong (mandi, buang air besar/kecil, makan dan sebagainya). Jika transfusi telah diberikan kadar Hb telah baik walaupun belum mencapai normal terlihat pasien gairah (biasanya makannya mau lebih banyak dan mau bermain). Berikan dorongan agar timbul semangat hidungnya dan ajaklah bermain dan berikan buku-buku yang umumnya disenangi anak-anak atau mainan sesuai dengan keadaan pasien.
Pada pasien yang limpanya telah membesar hati-hati jangan terjadi pasien terbentur bagian limpanya atau terjatuh. Untuk mengurangi rasa kurang nyaman sebaiknya jika pasien berbaring ke kiri berikan alas bantal yang lunak dibawahnya. Sedangkan gangguan rasa nyaman dan aman akibat pemberian transfusi darah karena tindakan ini dilakukan berulang kali seolah-olah pasien hanya menyerah saja. Walaupun demikian sikap lembut dan ramah tetap perlu sambil menunggu habisnya darah sampai 20 cc, ajaklah pasien untuk bicara apa saja untuk mengalihkan pikirannya.

4. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit

Pada umumnya orang tua pasien tidak mengerti mengenai penyakit anaknya, mereka hanya mengatakan bahwa anaknya pucat, tidak nafsu makan dan tidak seperti anak lain yang seumur. Mereka tidak mengetahui bahwa penyebab penyakit tersebut dari orang tua.
Kepada orang tua perlu dijelaskan mengenai penyakit anaknya dan penyebabnya. Juga mengenai pengobatan terutama transfusi darah yang harus diberikan sepanang hidup anak, ini berarti harus dilakukan berulang kali serta pemeriksaan darah mungkin juga berulang-ulang (hal ini mempersiapkan orang tua agar tidak kaget/cemas setiap anak akan dilakukan tindakan medis)

Selain hal tersebut orang tua dan jika masih ada anak lainnya supaya dibawa untuk diperiksakan darahnya agar bila terdapat kelainan dapat segera dilakukan tindakan (pengobatan atau pengawasan lebih lanjut). Jika ternyata kedua orang tua mengidap kelainan Hb atau jelas menderita talasemia lebih baik dianjurkan agar tidak menambah anak lagi karena penyakit ini akan menyebabkan penderitaan anak sepanjang umurnya. Bukan hanya anak yang menderita tetapi juga orang tua akan menderita baik secara moral maupun material, karena anak yang sakit tentu memerlukan biaya dan waktu perawatan yang lebih (menurut WHO, untuk penanganan yang optimal seorang pasien talasemia mayor memerlukan biaya sekitar US 7000/tahun (WHO, 1982), selain biaya, penderita anak dan keluarga juga akhirnya masyarakat akan terlibat karena trnsfusi drah yang terus menerus memerlukan donor yang tidak cukup dari keluarga sendiri.
Anjuran lain pada orang tua, jika mempunyai adik/saudara yang belum menikah hendaknya memeriksakan darahnya dahulu apabila ternyata mempunyai darah mengandung Hb patologis tidak mencapai pasangan yang mengidap darah patologis juga, misalnya yang mengidap Hb F atau Hb S atau talasemia minor, karena kelainan tersebut akan melahirkan anak dengan talasemia mayor bila berjumpa dengan sesama penderita talasemia minor.


Catatan :
Penyakit talasemia menurut WHO dianggap penyakit yang menimbulkan penderitaan; tidak hanya psien dan keluarganya tetapi juga masyarakat. Oleh karena itu perlu dicegah sedini mungkin. Di negar barat jika ternyata kehamilan akan melahirkan anak dengan talasemia dianjurkan untuk dilakukan aborsi. Deteksi dini dilakukan pada kehamilan 18 – 20 minggu. Tindakan ini sudah tentu harus dilakukan dengan pemberian penyuluhan dahulu mengenai penyakit talasemia dan akibat-akibatnya.
Untuk mencegah bertambahnya jumlah pasien talasemia sebaiknya pada keluarga dari pasien talasemia sebelum menikah periksa darah dahulu dan hindari pasangan kelainan Hb.

0 comments: