OntologiA.Pengertian |
Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan
penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran Yunani telah
menunjukkan munculnya perenungan dibidang ontology. Dalam persoalan ontology,
orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala
yang ada ini ?. Pembahasan tentang ontology sebagai dasar ilmu yang
berusaha untuk menjawab “apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First
Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda.
Secara harfiyah, ontology adalah cabang metafisika
yang membicarakan watak realitas tertinggi atau wujud.( M.Dahlan Al Barry,1994
: 542 ).
Kata ontology berasal dari perkataan Yunani : on =
being, dan logos = logic. Jadi, ontology adalah The Theory of Being Qua Being (
teori tentang keberadaan sebagai keberadaan ). Louis O. Kattsoff dalam Elements
of Filosophy mengatakan, ontology itu mencari ultimate realitas dan
menceritakan bahwa diantara contoh pemikiran ontology adalah pemikiran Thales,
yang berpendapat bahwa airlah yang menjadi ultimate subtance yang
mengluarkan semua benda. Jadi asal semua benda hanya satu saja yaitu air.
Noeng Muhadjir dalam bukunya Filsafat Ilmu
mengatakan, ontology membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan
tertentu. Sedangkan menurur Jujun S. Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu
Dalam Perspektif mengatakan, ontology membahas apa yang ingin kita ketahui,
seberapa jauh kita ingin tahu atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian
mengenai teori tentang “ada’.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan
bahwa :
1. Menurut
bahasa, ontology berasal dari kata on / ontos = ada, dan logos = ilmu. Jadi, ontology adalah ilmu tentang yang ada.
2. Menurut istilah, ontology adalah ilmu
yang membahas tentang hakikat yang ada, yang berbentuk jasmani/konkret maupun
rohani/abstrak.
Term
ontology pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M,
untuk menamai tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam
perkembangannya, Christian Wolff ( 1679 – 1754 M ) membagi metafisika menjadi
dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan
sebagai istilah lain dari ontology. Dengan demikian, metafisika umum atau
ontology adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip yang paling dasar
atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus masih
dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi dan teologi.( Amsal Bahtiar, 2004 :135 ).
B. Paham – paham dalam ontology - metafisika
Adapun paham – paham dalam ontology adalah sebagai
berikut :
1.
Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari
seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Paham ini terbagi
ke dalam dua aliran :
a.
Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu
adalah materi, bukan ruhani. Aliran ini sering juga disebut naturalisme.
Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu – satunya fakta. Yang
ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa atau ruh tidaklah merupakan satu
kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa atau ruh itu hanyalah merupakan akibat
dari proses gerakan kebenaran dengan salah satu cara tertentu.
Kalau dikatakan bahwa materialisme sering disebut
naturalisme, sebenarnya ada sedikit perbedaan diantara dua paham itu. Namun,
materialisme dianggap suatu penampakan diri dari naturalisme. Naturalisme
berpendapat bahwa alam saja yang ada, yang lainnya di luar alam tidak ada. Yang
dimaksud alam di sini adalah segala – galanya, meliputi benda dan ruh. Jadi
benda dan ruh sama nilainya dianggap sebagai alam yang satu. Sebaliknya,
materialisme menganggap ruh adalah kejadian dari benda. Jadi tidak sama nilai
benda dan ruh seperti dalam naturalisme.( Amsal Bahtiar, 2004 : 136 ).
Dari segi dimensinya,
paham ini sering dikaitkan dengan teori Atomisme. Menurut teori ini
semua materi tersusun dari sejumlah bahan yang disebut unsure yang bersifat
tetap, tak dapat dirusakkan. Bagian terkecil dari unsure itulah yang dinamakan
atom. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh bapak filsafat yaitu Thales ( 624 –
546 S.M ), ia berpendapat bahwa unsure asal adalah air karena pentingnya bagi
kehidupan. Prinsip – prinsip materialisme ini juga dikembangkan oleh ahli
filsafat lain seperti Democritos ( 460 – 370 S.M ), dia berpendapat bahwa
hakikat alam ini merupakan atom – atom yang banyak jumlahnya, tak dapat
dihitung dan amat halus. Atom – atom inilah yang merupakan asal kejadian alam.
( Jujun S.Suriasumantri, 1996 : 64 ).
b.
Idealisme
Sebagai lawan
materialisme adalah aliran idealisme yang disebut juga dengan spiritualisme.
Idealisme bearti serba cita, sedang spiritualisme berarti serba ruh. Idealisme
diambil dari kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini
beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari
ruh ( sukma ), yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat itu
hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan ruhani.
Dalam perkembangannya,
aliran ini ditemui pada ajaran Plato ( 428 – 348 ) dengan teori idenya.
Menurutnya, tiap – tiap yang ada di alam mesti ada idenya, yaitu konsep
universal dari tiap sesuatu.( Amsal Bahtiar, 2004 : 139 ).
Alam nyata yang
menempati ruang ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi
idelah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar dari wujud sesuatu.
2. Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua
macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani,
benda dan ruh, jasad dan spirit. Kedua macam hakikat itu masing – masing bebas
dan berdiri sendiri, sama – sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan
kehidupan di alam ini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerjasam kedua
hakikat ini adalah dalam diri manusia. ( Amsal Bahtiar, 2004 : 142 ).
Tokoh paham ini adalah Descartes ( 1596 – 1650 M )
yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu
dengan istilah dunia kesadaran ( ruhani ) dan dunia ruang ( kebendaan ). Paham
ini terkenal dengan rasionalisme, yaitu paham filsafat yang mengatakan bahwa
akal ( reason ) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan
mengetes pengetahuan.
Umumnya manusia tidak
akan mengalami kesulitan untuk menerima prinsip dualisme, karena setiap
kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh panca indera kita, sedang kenyataan
batin dapat segera diakui adanya oleh akal dan perasaan hidup.
3. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk
merupakan kenyataan. Dikatakan pula bahwa kenyataan alam ini tersusun dari
banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa
Yunani kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang mengatakan bahwa substansi
yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api dan
udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842 – 1910 M) dari New York yang terkenal
sebagai seorang psikolog dan Filosof Amerika. Menurutnya, kenyataan terdiri
dari banyak kawasan yang berdiri sendiri. Dunia bukanlah suatu Uni-Versum,
melainkan suatu Multi-Versum. Dunia adalah suatu dunia yang terdiri dari banyak
hal yang beraneka ragam atau pluralis.
4. Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa latin yang berarti nothing
atau tidak ada. Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev dalam
novelnya Father and Children yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia.
Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman Yunani kuno,
yaitu pada pandangan Gorgias ( 483 – 360 S.M ) yang memberikan 3 proporsi
tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis dan realitas itu
sebenarnya tidak ada. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat
diketahui. Ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat dipercaya karena
penginderaan itu sumber ilusi. Ketiga, sekalipun realitas dapat
diketahui, ia tidak akan dapat diberitahukan kepada orang lain.( Amsal Bahtiar, 2004 : 146 ).
5. Agnotisisme
Paham ini mengingkari
kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda, baik hakikat materi maupun
hakikat ruhani. Kata Agnotisisme berasal dari bahasa Grik Agnostos yang berarti unknown.
A artinya not, Gno artinya Know.
Timbulnya aliran ini
dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret
akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Tokoh aliran
ini diantaranya adalah Soren Kierkegaard dan Martin Heidegger.
Soren Kierkegaard ( 1813
– 185 M ) yang tekenal dengan julukan bapak filsafat eksistensialisme
menyatakan, manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi
sebagai aku individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan
ke dalam sesuatu yang lain. Sementara itu, Martin Heidegger ( 1889 – 1976 ),
seorang filosof Jerman mengatakan, satu – satunya yang ada itu adalah manusia,
karena hanya manusialah yang dapat memahami dirinya sendiri. Jadi dunia ini
adalah bagi manusia, tidak ada persoalan bagi alam metafisika.
Dari beberapa keterangan
di atas dapat disimpulkan bahwa, agnotisisme adalah paham pengingkaran atau
penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda baik materi
maupun ruhani. Aliran ini mirip dengan Skeptisisme yang berpendapat bahwa
manusia diragukan kemampuannya mengetahui hakikat. Namun tampaknya agnotisisme
lebih dari itu karena menyerah sama sekali.( Amsal Bahtiar, 2004 :148 ).
Menurut Prof. S. Takdir
Alisyahbana, ontology - metafisika dibagi menjadi dua, yaitu : mengenai
kuantitas ( jumlah ) dan yang mengenai kualitas ( sifat ). Yang mengenai
kuantitas terdiri atas : monoisme, dualisme, dan pluralisme. Sedang yang
mengenai kualitas dapat dibagi menjadi dua, yaitu (a) yang melihat hakikat
kenyataan itu tetap, dan (b) yang melihat hakikat kenyataan itu sebagai
kejadian.
Yang termasuk golongan pertama ( tetap ) ialah :
1.
Spiritualisme
2.
Idealisme
( materialisme )
Yang termasuk golongan kedua ( kejadian ) ialah :
1. Mekanisme,
yakni aliran yang berkeyakinan bahwa kejadian di dunia ini berlaku dengan
sendirinya menurut hukum sebab akibat.
2. Aliran
teleologi, yakni aliran yang berkeyakinan bahwa kejadian yang satu berhubungan
dengan kejadian yang lain, bukan oleh hukum sebab akibat, melainkan semata –
mata oleh tujuan yang sama.
3. Determinisme,
yakni aliran yang mengajarkan bahwa kemauan manusia itu tidak merdeka dalam mengambil
putusan – putusan yang penting, tetapi sudah terpasti lebih dahulu.
4. Indeterminisme,
yakni aliran yang berpendirian bahwa kemauan manusia itu bebas dalam arti yang
seluas - luasnya. ( Drs. Poerwantana dkk, 1991 : 9 ).
Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan
dalam skema berikut :
Monoisme
Kuantitas Dualisme
Metafisika Pluralisme
Matrealisme
Kualitas Tetap
Idealisme / Spiritualisme
Mekanisme
Kejadian Teleologi
Deteminisme
Indeterminisme
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan tentang ontology dapat kita
ketahui hakikat apa yang dikaji dalam suatu filsafat ilmu. Paham – paham
tentang ontology telah dapat mengajarkan kita kepada para pemikir – pemikir
atau filosof – filosof Yunani
DAFTAR PUSTAKA
Amsal Bahtiar, 2004, Filsafat Ilmu,
Jakarta,
PT.Raja Grafindo Persada
M. Dahlan Al Barry, 1994, Kamus Ilmiah
Populer, Surabaya,
Arkola
Jujun S. Suriasumantri, 1996, Filsafat
Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan
Drs.Poerwantana,
Drs.A. Ahmadi, M.A.Rosali, 1991, Seluk Beluk Filsafat Islam, Bandung, PT
Remaja Rosdakarya
0 comments:
Posting Komentar