Selasa, 18 Oktober 2011

Riwayat Hidup Nabi Muhammad SAW

Riwayat Hidup Nabi Muhammad SAW

A.    Arab Sebelum Islam

Dalam membicarakan wilayah geografis yang didiami bangsa arab sebelum Islam, orang hanya membatasi pembicaraan hanya pada Jazirah Arab. Jazirah Arab terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu bagian tengah dan bagian pesisir. Sebagian besar daerah Jazirah adalah padang pasir Sahara yang terletak di tengah dan memiliki keadaaan dan sifat yang berbeda-beda karena itu ia bisa dibagi menjadi tiga bagian :
  • Sahara Langit memanjang 140 mil dari utara ke selatan dan 180 mil dari timur ke barat.
  • Sahara Selatan yang membentang menyambung Sahara Langit ke arah timur sampai selatan Persia.
  • Sahara Harrat, suatu daerah yang terdiri dari tanah liat yang berbatu hitam bagaikan terbakar.
Penduduk Sahara sangat sedikit terdiri dari suku-suku Badui yang mempunyai gaya hidup pedesaan dan nomadik, berpindah dari satu daerah ke daerah lain guna mencari air dan padang rumput untuk binatang gembalaan mereka kambing dan onta.
Dapaun daerah pesisir, penduduk sudah hidup menetap dengan mata pencaharian bertani dan berniaga. Karena itu, meraka sempat membina berbagai macam budaya, bahkan kerajaan.
Bila dilihat dari asal usul keturunan, penduduk jazirah Arab dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu Qahthaniyun (keturunan Qahthan) dan ‘Adaniyun (keturunan Ismail bin Ibrahim). Pada mulanya wilayah utara diduduki golongan ‘Adaniyun, dan wilayah selatan didiami oleh golongan Qahthaniyun.
Masyarakat, baik nomadik maupun yang menetap, hidup dalam budaya kesukua Badui. Kelompok beberapa keluarga membentuk kabilah (clan). Beberapa kelompok kabilah membentuk suku (tribe). Mereka sangat menekankan hubungan kesukuan, sehingga kesetiaan atau solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku. Mereka suka bereperang. Karena itu peperangan antar suku sering sekali terjadi. Sikap ini tampaknya telah menjadi tabiat yang mendarah daging dalam diri orang arab. Dalam masyarakat yang suka berperang tersebut, nilai wanita menjadi sangat rendah. Situasi seperti ini terus berlangsung sampai agama Islam lahir.
Akibat peperangan yang terus menerus, kebudayaan mereka tidak berkembang. Karena itu, bahan-bahan sejarah Arab pra Islam sangat langka didapatkan di dunia Arab dan dalam bahasa Arab. Sejarah mereka hanya bisa diketahui dari dari masa kira-kira 150 tahun menjelang lahirnya agama Islam. Pengetahuan itu diperoleh melalui syair-syair yang beredar dikalangan perowi syair. Dengan begitu sejrah dan sifat masyarakat Badui Arab dapat diketahui, antara lain, bersemangat tinggi dalam mencai nafkah, sabar menghadapi kekerasan alam, dan juga dikenal sebagai masyarakat yang cinta kebebasan.
Dengan kondisi alami yang seperti tidak pernah berubah itu, masyarakat Badui pada dasarnya tetap berada dalam fitrahnya. Kemurniannya terjaga, jauh lebih murni dari bangsa-bangsa lain.
Lain halnya dengan penduduk negeri yang telah berbudaya dan mendiami pesisir jazirah Arab, sejarah mereka dapat diketahui lebih jelas. Mereka selalu mengalami perubahan sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi yang mengitarinya.
Melihat bahasa dan hubungan dagang bangsa Arab, Leboun berkesimpulan, tidak mungkin bangsa Arab tidak pernah memiliki peradaban yang tinggi, apalagi hubungan dagang itu berlangsung selama 2000 tahun. Yakni, bangsa Arab ikut memberi saham dalam peradaban dunia, sebelum mereka bangkit kembali pada masa Islam. Golongan Qahthaniyun, misalnya, pernah mendirikan kerajaan Saba’ dan kerajaan Himyar di Yaman, bagian selatan jazirah Arab. Kerajaan Saba’ inilah yang membangun bendungan Ma’arib, sebuah bendungan raksasa yang menjadi sumber air untuk seluruh wilayah kerajaan. Setelah kerajaan mengalami kemunduran, muncul kerajaan Himyar menggantikannya. Kerajaan baru ini terkenal dengan kekuatan armada niaga yang menjelajah mengarungi India, Cina, Somalia, dan Sumatera ke pelabuhan-pelabuhan Yaman. Perniagaan ketika itu dapat dikatakan dimonopoli Himyar.
Terutama setelah bendungan Ma’arib runtuh, masa gemilang kerajaan Himyar sedikit demi sedikit memudar. Banyak bangunan roboh dibawa air dan sebagian besar penduduk mengungsi ke bagian utara jazirah. Meskipun demikian, karena daerahnya berada pada jalur perdagangan yang strategis dan tanahnya subur, daerah ini tetap menjadi incaran kerajaan besar Romawi dan Persia yang selalu bersaing untuk menguasainya.
Setelah kerajaan Himyar jatuh, jalur-jalur perdagangan didominasi oleh kerajaan Romawi dan Persia. Pusat perdagangan Arab serentak kemudain beralih ke daerah Hijaz. Makkah pun mejadi masyhur dan disegani. Begitu pula suku Quraisy. Kondisi ini membawa dampak positif bagi mereka. Pedagangan menjadi semakin maju. Akan tetapi kemajuan Mekkah tidaklah sebanding dengan kemajuan yang pernah dicapai kerajaan-kerajaan Arab sebelumnya. Meskipun demikian, dengan Makkah menjadi pusat peradaban, bangsa Arab bagaikan memulai babakan baru dalam hal kebudayaan dan peradaban.
Jadi, apa yang berkembang menjelang kebangkitan Islam itu merupakan pengaruh dari budaya bangsa-bangsa di sekitarnya yang lebih awal maju daripada kebudayaan dan peradaban Arab. Pengaruh tersebut masuk ke jazirah Arab melalui beberapa jalur; yang terpenting diantaranya adalah: (1) Melalui hubugan dagang dengan bangsa lain, (2) Melalui kerajaan-kerajaan protektorat, Hirah dan Ghassan, dan (3) Masuknya misi Yahudi dan Kristen.
Melalui jalur perdagangan, bangsa Arab berhubungan dengan bangsa-bangsa Syiria, Persia, Habsyi, Mesir (Qibthi), dan Romawi yang semuanya telah mendapat pengaruh dari kebudayaan Hellenisme. Melalui kerajaan-kerajaan protektorat, banyak berdiri koloni-koloni tawanan perang Romawi dan Persia di Ghassan  dan Hirrah. Penganut agama Yahudi juga banyak mendirikan koloni di jazirah Arab, yang terpenting diantaranya adalah Yatsrib. Penduduk koloni ini terdiri dari orang-orang Yahudi dan orang-orang Arab yang menganut agama Yahudi.
Walaupun agama Yahudi dan Kristen sudah masuk ke jazirah Arab, bangsa Arab kebanyakan masih menganut agama asli mereka, yaitu percaya pada banyak dewa yang diwujudkan dalam bentuk berhala dan patung

B.     Riwayat Hidup Nabi Muhammad: Dakwah dan Perjuangan

      1.      Sebelum Masa Kenabian

Nabi Muhammad SAW adalah anggota Bani Hasyim, suatu kabilah yang kurang berkuasa dalam suku Quraisy. Nabi Muhammad lahir dari keluarga terhormat yang relatif miskin. Ayahnya bernama Abdullah anak Abdul Muthalib, seorang kepala suku Qurasy yang besar pengaruhnya. Ibunya adalah Aminah binti Wahab dari Bani Zuhrah. Tahun kelahiran nabi dikenal dengan nama Tahun Gajah (570 M), karena pada tahun itu pasukan Abrahah, gubernur kerajaan Habsyi (Ethiopia), dengan menunggang gajah menyerbu Makkah untuk menghancurkan Ka’bah.
Muhammad lahir dalam keadaan yatim karena ayahnya Abdullah, meningal dunia tiga bulan setelah dia menikahi Aminah. Muhammad kemudian diserahkan kepada ibu pengasuh, Halimah Sa’diyyah. Dalam asuhanyalah Muhammad dibesarkan sampai usia empat tahun. Setelah itu, kurang lebih dua tahun dia berada dalam asuhan ibu kandungnya. Ketika berusia enam tahun, dia menjadi yatim piatu.
Setealah Aminah meninggal, Abdul Muthalib mengambil alih tanggung jawab merawat Muhammad. Namun, dua tahun kemudian Abdul Muthalib meninggal dunai karena renta. Tanggung jawab selanjutnya beralih kepada pamannya, Abu Thalib. Seperti juga Abdul Muthalib, dia sangat disegani dan dihormati orang quraisy dan penduduk Makkah secara keseluruhan, tetapi dia miskin.
Dalam usia muda, Muhammad hidup sebagai penggembala kambing keluarganya dan kambing penduduk Makka, dan Nabi Muhammad  ikut untuk pertama kali dalam kafilah dagang ke Syiria (Syam) dalam usia baru 12 tahun yang dipimpin oleh Abu Thalib. Di Bushra, sebelah selatan Syiria, ia bertemu dengan pendeta kristen bernama Bukhairah. Pendeta ini melihat tanda-tanda kenabian pada Muhammad sesuai dengan petunjuk cerita-cerita kristen.
Pada usia yang keduapuluh lima, Muhammad berangkat ke Syria membawa barang dagangan saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda, Khadijah. Muhammad memperoleh laba yang besar. Khadijah kemudian melamarnya. Lamaran itu diterima dan perkawinan segera dilaksanakan. Ketika itu Muhammad  berusia 25 tahun dan Khadijah berusia 40 tahun.
Peristiwa penting yang memeprlihatkan kebijaksanaan Muhammad terjadi pada saat usianya 35 tahun. Waktu itu bangunan Ka’bah rusak berat. Perbaikan Ka’bah dilaksanakan secara gotong royong. Para penduduk Makkah membantu pekerjaan itu secara suka rela. Tetapi pada saat terakhir, ketika pekerjaan tinggal mengangkat dan meletakkan hajar aswad di tempatnya semula, timbul perselisihan. Setiap suku merasa berhak melakukan tugas terakhir dan terhormat itu. Perselisihan semakin memuncak, namun akhirnya para pemimpin Quraisy sepakat bahwa orang  yang pertama masuk ke Ka’bah melalui pintu Shafa, akan dijadikan hakim untuk memutuskan perkara ini. Ternyata, orang yang pertama masuk itu adalah Muhammad. Ia pun dipercaya menjadi hakim. Ia lantas membentangkan kain dan meletakkan hajar aswad di tengah-tengah, lalu meminta seluruh kepala suku memegang tepi kain itu dan mengangkatnya bersama-sama. Setelah sampai pada ketinggian tertentu, muhammad kemudian meletakkan batu itu pada tempatnya semula. Dengan demikian, perselisihan dapat diselesaikan dengan bijaksana dan semua kepala suku merasa puas dengan cara penyelesaian seperti itu.

      2.      Masa Kerasulan

Menjelang usianya yang keempat puluh, dia sudah terlalu memisahkan diri dari kegalauan masyarakat, berkontemplasi ke gua Hira. Pada tanggal 17 Ramadlan  tahun 611 M, malaikat jibril muncul dihadapannya menyampaikan wahyu Allah yang pertama. Dengan turunnya wahyu pertama itu, berarti Muhammad telah dipilih Tuhan sebagai Nabi. Dengan dakwah secara diam-diam ini belasan orang telah memeluk agama Islam.
Setelah beberapa lama dakwah tersebut dilakukan secara individual turunlah perintah agar nabi menjalankan dakwah secara terbuka. Setelah dakwah terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah rasul. Semakin bertambahnya jumlah pengikut nabi, semakin keras tantangan dilancarkan kaum Quraisy. Menurut Ahmad Syalabi, ada lima faktor yang mendorong orang Quraisy menentang seruan Islam itu. (1) Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan, (2) Nabi Muhammad  menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya, (3) Para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat, (4) Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat berkar pada bangsa Arab, (5) pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki.
Untuk kali berikutnya, mereka langsung kepada nabi Muhammad. Mereka mengutus Utbah bin Rabiah, seorang ahli retorika untuk membujuk nabi. Mereka menawarkan tahta, wanita dan harta asalkan Nabi Muhammad bersedia menghentikan dakwahnya. Semua tawaran itu ditolak oleh Muhammad dengan mengatakan: “demi Allah, biar pun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan berhenti melakukan ini, hingga agama ini menang atau akau binasa karenanya”.
Setelah cara-cara diplomatik dan bujuk rayu yang dilakukan oleh kaum Quraisy gagal, tindakan-tindakan kekerasan secara fisik yang sebelumnya sudah dilaksanakan semakin ditingkatkan. Kekerasan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah terhadap kaum Muslimin itu, mendorong Nabi Muhammad untuk mengungsikan sahabat-sahabatnya ke luar Mekkah. Pada tahun ke lima kerasulannya, nabi menetapkan Habsyah (Ethiopia) sebagai negeri tempat pengungsian, karena Negus (raja) negeri itu adalah seorang yang adil. Rombongan pertama sejumlah sepuluh orang pria dan empat orang wanita. Kemudian menyusul rombongan kedua sejumlah hampir seratus orang, dipimpin oleh Ja’far ibn Abu Thalib. Usaha orang-orang Quraisy untuk menghalangi hijrah ke Habsyah ini, termasuk membujuk Negus agar menolak kehadiaran umat Islam di sana, gagal. Di samping itu, semakin kejam mereka memperlakukan umat Islam, semakin banyak orang yang masuk agam ini. Bahkan, di tengah meningkatnya kekejaman itu, dua orang kuat Quraisy masuk Islam. Hamzah dan Umar ibn Khattab. Dengan masuk Islamnya dua tokoh besar ini posisi umat Islam semakin kuat.
Menguatnya posisi umat Islam memperkeras reaksi kaum musyrik Quraisy. Mereka menempuh cara baru dengan melumpuhkan kekuatan Muhammad yang bersandar pada perlindungan Bani Hasyim. Dengan demikian, untuk melumpuhkan kaum Muslimin yang dipimpin oleh Muhammad mereka harus melumpuhkan Bani Hasyim terlebih dahulu secara keseluruhan. Cara yang ditempuh adalah pemboikotan. Mereka memutuskan segala bentuk hubungan dengan suku ini. Tidak seorang penduduk Makkah pun diperkenankan melakukan hubungan jual beli dengan Bani Hasyim.
Pemboikotan itu baru berhenti setelah beberapa pemimpin Quraisy menyadari bahwa apa yang mereka lakukan sungguh suatu tindakan yang keterlaluan. Namun, tidak lama kemudian Abu Thalib, paman Nabi yang merupakan perlindungan utamanya, meninggal dunia dalam usia 87 tahun. Tiga hari setelah itu, Khadijah, istri Nabi, meninggal dunia pula. Peristiwa itu terjadi pada tahun kesepuluh kenabian. Tahun ini merupakan tahun kesedihan bagi Nabi Muhammad SAW. Untuk menghibur Nabi yang sedang ditimpa duka, Allah mengisra’ dan memikrajkan beliau pada tahun ke-10 kenabian itu.
Setelah peristiwa Isra’ dan Mikraj, suatu perkembangan besarbagi kemajuan dakwah Islam muncul. Perkembangan datang dari sejumlah penduduk Yatsrib yang berhaji ke Makkah. Mereka yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj, masuk Islam dalam tiga gelombang. Pertama, pada tahun kesepuluh kenabian. Kedua, pada tahun keduabelas kenabian delegasi Yatsrib terdiri dari sepuluh orang dari suku Khazraj dan dua orang suku Aus. Mereka meminta Nabi agar berkenan pindah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan membela Nabi dari segala ancaman. Nabi pun menyetujui usul yang mereka ajukan.
Setelah kaum musyrikin Quraisy mengetahui adanya perjanjian antara nabi dan orang-orang Yatsrib itu, mereka kian gila melancarkan intimidasi terhadap kaum Muslimin. Hal ini membuat nabi segera memerintahkan para sahabatnya untuk hijrah ke Yatsrib.
Dalam perjalanan ke Yatsrib nabi ditemani oleh Abu Bakar. Ketika tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya sekitar lima kilometer dari Yatsrib, nabi istirahat beberapa nari lamanya. Dia menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini Nabi membangun sebuah masjid. Inilah masjid pertama yang dibangun Nabi, sebagai pusat peribadatan. Sementara itu, penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya. Waktu yang mereka tunggu-tunggu itu tiba. Nabi memasuki Yatsrib dan penduduk kota ini mengelu-elukan kadatangan Beliau dengan penuh kegembiraan. Sebagai penghormatan terhadap Nabi, nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatun Nabi (Kota Nabi) atau sering pula disebut Madinatul Munawwarah (Kota yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia.

C.    Pembentukan Negara Madinah

Setelah tiba dan diterima penduduk yastrib (madinah), nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. babak baru dalam sejarah islam pun dimulai.ajaran Islamyang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala negara.
Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru itu, ia segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar pertama, pembangunan masjid, selain untuk tempat salat, juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan jiwa mereka.
Dasar kedua, adalah ukhuwwah islamiyyah, persaudaraan sesama Muslim. Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin, orang-orang hijrah dari Makkah ke Madinah, dan Anshar, penduduk Madinah yang sudah masuk Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin tersebut.
Dasar ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam.
Dengan terbentuknya negara Madinah, Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-orang Makkah dan musuh-musuh Islam lainnya menjadi risau. Kerisauan ini akan mendorong orang-orang Quraisy berbuat apa saja. Nabi sebagai kepala pemerintahan mengatur siasar dan membentuk pasukan tentara. Umat Islam diizinkan berperang dengan dua alasan : (1) untuk mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya dan (2) menjaga keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankannya dari orang-orang yang menghalang-halanginya.
Perang pertama yang sangat menentukan masa depan negara Islam ini adalah Perang Badar, perang antara kaum Muslimin dengan msyrik Quraisy. Pada tanggal 8 ramadhan tahun ke 2 Hijriah, nabi selama 305 orang muslim bergerak keluar kota membawa perlengkapan yang sederhana. Di daerah Badar. Pasukan nabi bertemu dengan pasukan Quraisy yang berjumlah sekitar 900 sampai 1000 orang nabi sendiri yang memegang komando. Dalam perang ini kaum muslimin keluar sebagai pemenang.
Tidak lama setelah perang tersebut, nabi menandatangani sebuah piagam perjanjian dengan beberapa suku Badui yang kuat. Suku Badui ini ingin sekali menjalin hubungan dengan nabi setelah melihat kekuatan nabi semakin meningkat.
Bagi kaum Quraisy Makkah, kekalahan mereka dalam perang Badar merupakan pukulan berat. Mereka bersumpah akan membalas dendam. Pada tahun ke-3 H, mereka berangkat menuju Madinah membawa tidak kurang dari 3000 pasukan berkendaraan unta, 200 pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid ibn Walid, 700 orang di antara mereka memakai baju besi. Muhammad menyongsong kedatangan mereka dengan pasukan sekitar seribu orang.
Pada tahun ke-6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan, nabi memimpin sekitar seribu kaum Muslimin berangkat ke Makkah bukan untuk berperang, melainkan untuk melakukan ibadah Umrah. Sebelum tiba di Makkah, mereka berkemah di Hudaibiyah. Penduduk Makkah tidak mengizinkan mereka masuk kota. Akhirnya, diadakan perjanjian yang dikenal dengan nama Perjanjian Hudaibiyyah.
Dengan perjanjian ini, harapan untuk mengambil alih Ka’bah dan menguasai Makkah sudah makin terbuka. Ada dua faktor pokok yang mendorong kebijaksanaan ini : pertama, Makkah adalah pusat keagamaan bangsa Arab dalam Islam, Islam bisa tersebar keluar. Kedua, apabila suku nabi sendiri dapat diislamkan, Islam akan memperoleh dukungan yang kuat karena orang-orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar. Setahun kemudian, ibadah haji ditunaikan sesuai dengan rencana.
Selama dua tahun perjanjian Hudaibiyyah berlangsung, dakwah Islam sudah menjangkau seluruh jazirah Arab dan mendapat tanggapan yang positif. Hampir seluruh jazirah Arab, termasuk suku-suku yang paling selatan, menggabngkan diri dalam Islam. Perjanjian Hudaibiyyah ternyata menjadi senjata bagi umat Islam untuk memperkuat dirinya. Oleh karena itu, secara sepihak orang-orang kafir Quraisy membatalkan perjanjian tersebut. Melihat kenyataan ini, rasulullah segera bertolak ke Makkah dengan sepuluh ribu orang tentara untuk melawan mereka. Nabi Muhammad tidak mengalami kesukaran apa-apa dan memasuki kota Makkah tanpa perlawanan. Beliau tampil sebagai pemenang.
Sekalipun Makkah dapat dikalahkan, masih ada dua suku Arab yang masih menentang, yaitu Bani Tsaqif di taif dan Bani Hawazin di antara Taif dan Makkah. Kedua suku ini berkomplot membentuk pasukan untuk memerangi Islam. Mereka ingin menuntut bela atas berhala-berhala mereka yang diruntuhkan nabi dan umat Islam di Ka’bah. Nabi mengerahkan kira-kira 12.000 tentara menuju Hunain untuk menghadapi mereka. Pasukan ini dipimpin langsung oleh beliau sehingga umat Islam memenangkan pertempuran dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Dengan ditaklukkannya Bani Tsaqif dan Bani Hawazin, seluruh Jazirah Arab berada di bawah kepemimpinan nabi dan pada tahun ke-9 dan 10 H (630-6320 M) banyak suku dari berbagai pelosok Arab mengutus delegasinya kepada Nabi Muhammad menyatakan ketundukan mereka. Masuknya orang Makkah dalam agama Islam rupanya mempunyai pengaruh yang amat besar pada penduduk padang pasir yang liar itu.
Setelah itu, Nabi Muhammad segera kembali ke Madinah. Beliau mengatur organisasi masyarakat kabilah yang telah memeluk agama Islam. Petugas keagamaan dan para dai dikirim ke berbagai daerah dan kabilah untuk mengajarkan ajaran-ajaran Islam, mengatur peradilan, dan memungut zakat. Dua bulan setelah itu, nabi menderita sakit demam. Tenaganya dengan cepat berkurang. Pada hari Senin, Tanggal 12 Rabiul Awal 11 H / 8 Juni 632 M., Nabi Muhammad SAW wafat di rumah  istrinya Aisyah.
Dari perjalanan sejarah nabi ini, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad SAW., disamping sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik, dan administrasi yang cakap. Hanya dalam waktu sebelas tahun menjadi pemimpin politik, beliau berhasil menundukkan seluruh jazirah Arab ke dalam kekuasannya.

0 comments: