Selasa, 25 Oktober 2011

Sejarah Kemunduran Pendidikan Islam

Sejarah Kemunduran Pendidikan Islam

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sebagai bagian dari khazanah masa lalu, Pendidikan Islam yang mulai dirintis sejak turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW pun mengalami pasang dan surut seiring dengan perjalanan panjangnya melintasi ruang dan waktu hingga masa sekarang. Layaknya peristiwa sejarah yang lain, pasang-surutnya Pendidikan Islam ini sangat bergantung pada bagaimana pelaku sejarah pada masa itu malaksanakan proses pendidikan.
Pendidikan Islam yang mulai dibina oleh Nabi Muhammad SAW di mekah yang kemudian dikembangkan di madinah terus mengalami pekembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat hingga mencapai suatu masa yang oleh para ahli sejarah dikatakan sebagai puncak kejayaan pendidikan Islam. Masa ini dimulai dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan Islam dan madrasah-madrasah formal di berbagai pusat kebudayaan Islam. Hal ini dipengaruhi oleh jiwa dan semangat kaum muslimin pada waktu itu yang sangat dalam pengahayatan dan pengamalannya terhadap ajaran Islam.
Namun pendidikan Islam yang pernah mengalami masa puncak tersebut, lambat laun mulai mengalami kemerosotan jika dibandingkan dengan masa sebelumnya. Peristiwa ini belangsung sejak jatuhnya kota Baghdad dan Granada di samping beberapa faktor yang lain.
B.  Rumusan Masalah
       Dalam pembahasan kali ini ada beberapa rumusan masalah yang akan kami ajukan, yakni :
1.  Kapan pendidikan islam mulai menunjukkan kemunduruan ?
2.  Faktor apa yang menyebabkan kemunduran ?
C.  Tujuan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini selain sebagai pengetahuan adalah agar kita lebih menghargai warisan kebudayaan Islam labih-lebih yang terkait dengan masalah pendidikan. Selain itu, yang lebih penting bagi kita adalah menemukan cara untuk melestarikan warisan budaya tersebut dan mengembangkannya agar Islam kembali pada masa kejayaannya yang penah diraih dulu.
 
BAB II
PEMBAHASAN
KEMUNDURAN PENDIDIKAN ISLAM

(Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyyah)

A.    Sekilas Tentang Dinasti Umayyah dan Abbasiyyah

A.1.    Sekilas Tentang Dinasti Umayyah
Dinasti Umayyah adalah kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Mu'awiyah ibn Abi Sofyan pada tahun 41 H/661 M. tahun ini disebut dengan 'Aam al-Jama'ah karena pada tahun ini semua umat islam sepakat atas ke-kholifah-an Mu'awiyah dengan gelar Amir al-Mu'minin[1]. Menurut catatan sejarah dinasti Umayyah ini terbagi menjadi dua periode, yaitu :
1.  Dinasti Umayyah I di Damaskus (41 H/661 M – 132 H/750 M), dinasti ini berkuasa kurang lebih selama 90 tahun dan mengalami pergantian pemimpin sebanyak 14 kali. Diantara kholifah besar dinasti ini adalah Muawiyyah ibn Abi Sofyan (661-680 M), Abd al-Malik ibn Marwan (685-705 M), al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M), Umar ibn Abd al-Aziz (717-720 M), dan Hisyam ibn Abd al-Malik (724-743 M).[2] Sepeninggal Hisyam ibn Abd al-Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Akhirnya, pada tahun 750 M, dinasti ini digulingkan oleh dinasti Abbasiyyah.[3]
2.  Dinasti Umayyah II di Andalus/Spanyol (755 – 1031 M), kerajaan Islam di Spanyol ini didirikan oleh Abd al-Rahman I al-Dakhil. Ketika Spanyol berada di bawah kekuasaan dinasti Umayyah II ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan. Terutama pada masa kepemimpinan Abd al-Rahman al-Ausath, pendidikan islam menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal ini desebabkan  karena sang kholifah sendiri terkenal sebagai penguasa nyang cinta ilmu. Ia mengundang para ahli dari dunia islam lainnya ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di sana menjadi kian semarak (Badri Yatim, 2003: 95).
Awal dari kehancuran dinasti Umayyah II di Spanyol ini bermula ketika Hisyam II (400 H/1009 M – 403 H/1013 M) naik tahta dalam usia 11 tahun. Pada tahun 981 M khalifah menunjuk Ibn Abi 'Amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Pada tahun 1009 M khalifah mengundurkan diri akibat beberapa kekacauan. Beberapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya pada tahun 1013 M Dewan Mentri menghapus jabatan khalifah. Ketika itu Spanyol sudah terpecah menjadi beberapa negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu[4].
A.2.  Sekilas Tentang Dinasti Abbasiyyah
Dinasti Abbasiyyah adalah dinasti yang didirikan oleh salah satu keturunan al-Abbas paman Nabi SAW, yaitu Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Dinasti ini berkuasa dalam rentang waktu yang sangat panjang, yakni mulai tahun 132 H/750 M sampai 656 H/1258 M. Para sejaraawan biasanya membagi dinasti ini menjadi lima periode, yaitu :
1. Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), periode ini disebut sebagai periode pengaruh Persia pertama.
2.  Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), periode ini disebut sebagai masa pengaruh Turki pertama.
3. Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), preiode ini disebut periode pengaruh Persia kedua. Pada masa ini dinasti Abbasiyyah dipegang oleh Bani Buwaih.
4. Periode Keempat (447 H/1005 M – 590 H/1194 M), disebut dengan masa pengaruh Turki kedua. Pada masa ini dinasti Abbasiyyah dipegang oleh Bani Seljuk.
5. Periode Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), pada masa ini bani Abbasiyyah kembali memegang kekuasaan lagi, tetapi hanya efektif disekitar kota Baghdad.[5]
Menurut W. Montgomery Watt, sebagaimana dikutip oleh Dr. Badri Yatim, Dinasti Abbasiyyah mencapai puncak kejayaannya ketika berada di bawah pimpinan khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dan putranya yaitu al-Ma'mun (813-833 M). Terutama pada masa al-Ma'mun – yang dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta terhadap ilmu pengetahuan – gerakan penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Selain itu, beliau juga benyak mendirikan sekolah yang salah satunya adalah pembangunan Bait al-Hikmah sebagai pusat penerjemahan dan berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang sangat besar (Badri Yatim, 2003: 52).
Prestasi menggemilangkan yang diraih islam pada masa dinasti Abbasiyyah hanya terjadi pada periode pertama saja. Adapun pada periode selanjutnya, pemerintahan dinasti ini mulai menurun terutama dalam bidang politik. Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang telah dicapai oleh dinasti Abbasiyyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa pada periode selanjutnya untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok. Hal ini ditambah dengan kelemahan khalifah dan faktor lainnya menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara profesional asal Turki yang semula diangkat oleh khalifah al-Mu'tashim untuk mengambil kendali pemerintahan.
Menurut Watt, sebenarnya keruntuhan kekuasaan bani Abbas mulai terlihat sejak abad ke-9. Fenomena ini mungkin bersamaan dengan datangnya pemimpin-pemimpin yang memiliki kekuatan militer di propinsi-propinsi tertentu yang membuat meraka benar-benar independent. Pengangkatan tentara Turki ini dalam perkembangan selanjutnya ternyata menjadi ancaman besar terhadap kekuasaan khalifah.
Setelah kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki pada periode kedua, pada periode ketiga pada periode ketiga daulah Abbasiyyah berada di bawah kekuasan Bani Buwaihi. Kekuatan politik Bani Buwaihi tidak bertahan lama. Setelah generasi pertama, kekuasaan menjadi ajang pertikaian diantara anak-anak mereka. Masing-masing merasa berhak atas kekuasaan pusat. Perebutan kekuasaan ini merupakan salah satu faktor internal yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran Bani Buwaihi. Hal inilah yang kemudian menyebabkan Abbasiyyah jatuh ke tangan Bani Seljuk (447 H/1055 M – 590 H/119 M). Namun, karena timbul konflik-konflik dan peperangan diantara mereka, kekuasaan mereka pun melemah, sehingga kekuasaan politik khalifah Abbasiyyah menguat kembali terutama untuk wilayah irak. 
Setelah kekuasaan Bani Seljuk atas Bani Abbasiyyah berakhir, khilafah Islamiyyah kembali dipegang oleh Bani Abbasiyyah (590 H/1199 M – 656 H/1258 M), tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya saja. Pada masa inilah datang tentara Mongol dan Tartar menghancurluluhkan Baghdad tanpa ada perlawanan yang berarti.[6]



[1] Lihat Mana' al-Qatthon, Tarik al-Tasyri' al-Islam, (Kairo: Maktabah Wahbah, cet. 4, tanpa tahun) hlm. 257.
[2] Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT. RajaGrafindon Persada, cet. 14, 2003) hlm. 43.
[3] Ibid., hal. 47
[4] Ibid, hlm. 97
[5] Ibid, hlm. 49-50
[6] Lihat, Dr. Badri Yatim, op. cit., hlm. 61 – 80,. Ensiklopedi Islam, Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994, cet. 3, hlm. 4 – 9.

0 comments: