Sabtu, 15 Oktober 2011

Teori Kecemasan

Teori Kecemasan

2.1  Konsep Teori Kecemasan


2.1.1 Pengertian Kecemasan


Kecemasan adalah sinyal yang menyadarkan, yang mengingatkan akan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Kecamasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar, atau konfliktual. (Kaplan & Sandoch, 1997).

Cemas merupakan reaksi emosional terhadap persepsi, adanya bahaya, baik yang nyata maupun yang nyata maupun yang hanya dibayangkan. Cemas dan ketakutan sering digunakan dengan arti yang samar, tetapi, ketakutan biasanya merujuk akan adanya ancaman yang spesifik, sedangkan cemas / ansietas merujuk akan adanya ancaman yang tidak spesifik (Brunner & Suddarth, Ed. 8, 2001).

Cemas (ansietas) merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan dari susunan saraf autonomik (SSA). Ansietas merupakan gejala yang umum tetapi non spesifik yang sering merupakan satu fungsi emosi. Ansietas yang partologik biasanya merupakan kondisi yang melampaui batas rasional terhadap suatu ancaman yang sungguh-sungguh dan maladaptif. Gangguan cemas menyeluruh merupakan keadaan rasa risau dan cemas yang berlanjut dengan ketegangan motorik. Kegiatan autonomik yang berlebihan dan selalu dalam keadaan siaga. Beberapa pasien mengalami serangan panik dan depresi (Kaplan & Sadoch, 1998).

2.1.2 Tingkat Kecemasan


Tingkat kecemasan sebagai berikut :

1. Cemas ringan

Persepsi dan perhatian meningkat, waspada, mampu untuk mengatasi situasi bermasalah. Dapat mengintegrasikan pengalaman masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang. Mendorong untuk belajar, dapat menfasilidasi secara konseptual, merumuskan makna, ingin tahu, mengulang pertanyaan, kecenderungan untuk tidur (Carpenito, 1995).

Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dalam meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas (Stuart & Sundeen, 1998).

2. Cemas Sedang

Pesepsi agak menyempit, secara selektif tidak perhatian, tetapi dapat mengarahkan perhatian. Sedikit lebih sulit berkonsentrasi, belajar menuntut upaya lebih. Memandang pengalaman saat ini dengan arti masa lalu. Dapat untuk mengenali apa yang terjadi pada situasi sekarang, akan mengalami beberapa kesulitan dalam beradaptasi dan menganalisa. Perubahan suara, peningkatan frekuensi pernafasan dan jantung, tremor. (Cerpenito, 1995).

Ansietas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan perhatian pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan yang lebih terarah (Stuart & Sundean, 1998).

3. Cemas Berat

Persepsi sangat berkurang, terfokus pada hal-hal kecil, dapat berkonsentrasi lebih bahkan ketika diinstruksikan untuk melakukannya. Belajar sangat terganggu, sangat mudah mengalihkan perhatian, tidak mampu berkonsentrasi. Hampir tidak mampu untuk memahami situasi saat ini, komunikasi sulit dipahami, hiperventalasi, takikardia, sakit kepala, pusing, mual (Capernito, 1995).

Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada suatu yang terperinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain (Stuart & Sundean, 1998).

Persepsi menjadi terganggu, perasaan tentang terancam atau takur meningkat, komunikasi terganggu, mengalami peningkatan tanda-tanda viral lebih dramatis, diare, diaporesis, palpitasi, nyeri dada, muntah (Goodner & Roth, 1995).

4. Panik

Serangan panik merupakan episode ketakutan yang berat dan mendadak atau teror. Selama serangan panik, individu merasa pasti bahwa sesuatu yang menakutkan akan terjadi. Perasaan ini biasanya disertai dengan gejala tertentu seperti jantung berdebar-debar, sesak nafas, berkeringat, tremor otot, pinsan dan mual (Rita L. Atkinson, dkk).

Tingkat panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian pecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan, panik dapat melibatkan disorganisasi kepribadian. Dengan panik, terjadi peningkatan aktifitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional (Stuart & Sundeen, 1998).

2.1.3 Faktor Predisposisi


Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal arsietas / cemas (Stuart & Sundeen, 1998).

1.  Dalam pandangan psikoanalitik ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian-id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurasi seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentanga, dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

2. Menurut pandangan interpersonal ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerima dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat.

3. Menurut perilaku ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap ansietas sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Pakar tentang pembelajaran menyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan dirinya dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas pada kehidupan selanjutnya.

4. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga.a da tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi.

5. Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas. Penghambat asam aminobutirik-gamma neroregulator (GABA) juga mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas, sebagaimana halnya dengan endorfin. Selain itu, telah dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai prediposisi terhadap ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.

2.1.4 Ukuran Skala Kecemasan


Derajat kecemasan dapat diukur dengan berbagai instrumen. Ada tes-tes kecemasan dengan pertanyaan langsung, mendengarkan cerita penderita dengan pertanyaan langsung, mendengarkan cerita penderita serta mengobservasi perilaku nonverbalnya. Ini sangat berguna dalam menentukan adanya kecemasan dan untuk menetapkan tingkatannya (Maramis, 1990). Instrumen lain yang dapat digunakan untuk mengukur skala kecemasan adalah Hamilton Auxiety Rating Scale (HARS), yaitu mengukur aspek kognitif yang meliputi (Hawari, 2001).

1)    Perasaan cemas ditandai dengan

Cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.

2)    Ketegangan yang ditandai dengan

     Merasa tegang, lesu, tidak dapat istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, gelisah.

3)    Ketakutan ditandai oleh :

     Ketakutan pada gelap, ketakutan ditinggal sendiri, ketakutan pada orang asing, ketakutan pada binatang besar, ketakutan pada keramaian lalu lintas, ketakutan pada kerumunan orang banyak.

4)  Gangguan tidur, ditandai oleh :

    Sukar masuk tidur, terbangun malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, mimpi-mimpi, mimpi buruk, mimpi yang menakutkan.

5)   Gangguan kecerdasan, ditandai oleh :

      Sukar konsentrasi, daya ingat buruk, daya ingat menurun.

6)   Perasaan depresi, ditandai oleh :

     Kehilangan minat, sedih, bangun dini hari, kurangnya kesenangan dalam hobi, perasaan berubah sepanjang hari.

7)  Gejala somatik, ditandai oleh :

     Nyeri  pada otot, kaku, kedutan otot, gigi gemertak, suara tidak stabil.

8)  Gejala sensorik, ditandai oleh :

    Tinitus, penglihatan kabur, muka merah dan pucat, merasa lemah, perasaan ditusuk-tusuk.

9)   Gejala kardiovaskuler, ditandai oleh :

    Takikardia, berdebar-debar, nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa lemah seperti mau pingsan, detak jantung hilang sekejap.

10)  Gejala pernafasan ditandai oleh :

    Rasa tertekan atau sempit di dada, perasaan tercekik, merasa nafas pendek/sesak, sering menarik nafas panjang.

11)  Gejala gasrointestinal, ditandai oleh :

     Sulit menelan, mual, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri lambung sebelum atau sesudah makan, rasa panas di perut, perut terasa kembung atau penuh, muntah, defekasi lembek, berat badan menurun, konstipasi.

12)  Gejala arogenital ditandai oleh :

    Sering kencing, tidak dapat menahan kencing, amanorrhoe, menorhagia, masa haid berkepanjangan, masa haid amat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, frigiditas, ejakulasi prekok, ereksi melemah, ereksi hilang, impoten.

13) Gejala otonom, ditandai oleh :

     Mulut kering, muka merah kering, mudah berkeringat, pusing, sakit kepala, kepala terasa berat, bulu-bulu berdiri.

14)  Perilaku sewaktu wawancara, ditandai oleh :

     Gelisah, tidak tenang, jari gemetar, mengerutkan dahi dan kening, muka tegang, tonus otot meningkat, nafas pendek dan cepat, muka merah.

Cara penilaian

Skor 0      : tidak ada gejala sama sekali.

Skor 1      : 1 dari gejala yang ada

Skor 2      : separuh dari gejala yang ada

Skor 3      : lebih dari separuh gejala yang ada

Skor 4      : semua gejala ada

Penilaian hasil yaitu dengan menjumlahkan nilai skor item 1 sampai dengan 14 dengan ketentuan sebagai berikut :

Skor kurang dari 6                        = tidak ada kecemasan

Skor 6 sampai dengan 14              = kecemasan ringan

Skor 14 sampai dengan 27            = kecemasan sedang

Skor lebih dari 27                         = kecemasan berat

        2.1.5   Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan


1)  Pengalaman

Pada cemas ringan individu dapat menginterpresasikan pengalaman masa lalu, saat in dan masa datang. Pada cemas sedang memandang pengalaman saat ini dengan arti masa datang. Pada cemas berat memandang pengalaman saat ini dengan arti masa lalu. Pada tingkat panik, individu tidak mampu mengintergrasikan pengalaman, dapat berfokus hanya pada hal saat ini (Carpenito, 1995)

2)  Pendidikan

Pendidikan mempengaruhi status kesehatan mental seseorang. Individu dengan tingkat pendidikan rendah memiliki faktor resiko terjadi gangguan menyal dibandingkan yang berpendidikan lebih tinggi (Stuart & Sundeen, 1991).

3)  Pendapatan yang rendah memiliki kecenderungan timbul gejala paskiatri yang lebih besar dibandingkan dengan yang memiliki pendapatan yang lebih besar (Stuart & Sundeen, 1991).

4)   Jenis kelamin

Jenis kelamin berpengaruh terhadap terjadinya gangguan mental seseorang, karena antara laki-laki dan perempuan mempunyai cara penyelesaian masalah yang berbeda-beda (Stuart & Sundeen, 1991).

5)   Suku

Kebudayaan mempengaruhi terhadap gangguan psikis seseorang. Karena setiap suku memiliki metode penyelesaian masalah yang berbeda (Stuart & Sundeen, 1991).

6)   Umur

Dibandingkan dengan kelompok umut yang lebih muda, orang yang lebih tua lebih cepat mengatasi problem kejiwaan dan dapat mengantisipasi bila masalah yang dihadapi timbul  kembali (Stuart & Sundeen, 1991).

         2.1.6   Stressor Pencetus


Stresor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Stresor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori :

1.    Ancaman terhadap intrgritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari.

2.   Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang (Stuart dan Sundeen, 1008).

          2.1.7   Mekanisme Koping


Ketika mengalami ansietas, individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya, ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Pola yang cenderung digunakan seseorang untuk mengatasi ansietas ringan cenderung tetap dominan ketika ansietas menghebat. Anietas ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang serius. Tingkat ansietas sedang dan berat membutuhkan banyak energi. Mekanisme kopong yang dapat dilakukan :

1.  Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari, dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistik tuntutan situasi stres.

2.  Mekanisme pertahan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang, tetapi jika berlangsung pada tingkat tidak sadar dan melibatkan penipuan diri dan distribusi realitas, maka mekanisme ini dapat merupakan respon maladaptif terhadap stres (Stuart dan Sundeen, 1998).

0 comments: