Rabu, 09 November 2011

Filsafat Empirisme

Filsafat Empirisme

Salah satu konsep mendasar tentang filsafat ilmu adalah empirisme atau ketergantungan pada bukti. Empirisme adalah cara pandang bahwa ilmu pengetahuan diturunkan dari pengalaman yang kita alami selama hidup kita. Di sini, pernyataan ilmiah berarti harus berdasarkan dari pengamatan atau pengalaman.Oleh karena itu empirisme adalah aliran yang menjadikan pengalaman sebagai sumber pengetahuan.Aliran ini beranggapan bahwa penetahuan diperoleh melalui pengalaman dengan cara observasi atau pengindraan kata seorang penganut empirisme.Kata empiris berasal dari kata yunani “empiris” yang berarti pengalaman indrawi.[1]Aliran iniberanggapan bahwa pengetahuan diperoleh melalui pengalaman dengan cara observasi atau pengindraan.Pengalaman merupakan factor fundamental dalam pengetahuan,ia meruppakansumber dari pengetahuan manusia.[2]
Hipotesaesa ilmiah dikembangkan dan diuji dengan metode empiris, melalui berbagai pengamatan dan eksperimentasi. Setelah pengamatan dan eksperimentasi ini dapat selalu diulang dan mendapatkan hasil yang konsisten, hasil ini dapat dianggap sebagai bukti yang dapat digunakan untuk mengembangkan teori-teori yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena alam.
John Lucke,bapak empirisme Britan mengatakan bahwa pada waktu manusia dilahirkan akalnya merupakan sejenis buku catatan yang kosong (tabula rasa),dan didalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman indrawi.Menurut Locke seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta membandingkan ide-ide yang diperoleh dari pengindraan dan refleksi yang pertama  dan sederhana tersebut.[3]
Ia   memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan yang secara pasif akan menerima hasil-hasil pengindraan tersebut.Hal ini berarti bahwa semua pengetahuan kita betapapun rumitnya dapat dilacak lkembali dan apa yang tidak dapat dilacak kembali bukanlah termasuk ilmu pengetahuan.[4]
Pengalaman adalah merupakan akibat suatu objek yang merangsang alat indrawi,yang dengan demikian ini menimbulkan rangsangan syaraf yang kemudian dibawa ke otak dan didalam otak rangsangan tersebut difahami dan dicerna oleh otak sebagaimana adanya,atau berdasarkan atas rangsangan tersebut dibentuklah tanggapan-tanggapan menngenai objekyang telah merangsang alat indrawi.[5]

Empirisme Radikal

Empirisme radikal berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak kembali sebagaimana keterangan diatas dan apa yang tidak dapat dilacak bukanlah ilmu pengetahuan ,inilah penganut empirisme radikal yang dapat pula disebut dengan penganut sensasionalisme.tapi tidak  semua penganut empirisme  merupakan penganut  sensasionalisme.diantar mereka ada yang mengatakan kita dapat mengetahui suatu corak pengetahuan yang tidak dapatdikembalikan pada pengindraan ,sekalipun dikatakan pula bahwa hal itu bukanlah menyangkut pengetahuan mengenai eksistensi.
Contohnya adalah mungkin bagi kita untuk mengetahui tanpa pengalaman sama sekali bahwa suatu kertas misalnya berwarna putih atau tidak berwarna putih karena kita dapat mengatakan sesuatu itu A atau bukan A,karena memang demikianlah cara orang itu mendefinisikan,misalnya.Contoh ini menurut orang-orang empirisme radikal bukanlah disebut pengetahuan tetapi hanya menerangkan bagaimana seseorang menggunakn kata-katannnya.[6]
Empirisme memegang peranan yang amat penting bagi pengetahuan.Penganuat aliran ini menganggap pengalaman sebagi astu-satunya sumber dan dasar ilmu pengetahuan.Penngalaman indrawi sering dianggap sebagai pengadilan yang tertinggi Namun demikian,aliran ini memilki banyak kelemahan karena: a. Indra sifatnya terbatas
              b. Indra sering menipu
              c. Objek juga menipu,seperti ilusi atau fatamorgana
jadi kelemahan empirisme ini karena keterbatasan indra manusia sehingga muncullah aliran rasionalisme dimana ketika empirisme mengedepankan indrawi sebagai sumber dari setiap pengetahuan,dan menganggapnya sebagai pengenalan yang paling jelas dan sempurna orang-orang yang berfaham rasionalisme menomersatukan rasio sebagai asal dari pengenalan yang sejati,karena itu pengenalan indrawi masih merupakan suatu bentuk pengenalan yang kabur.[7] 
Ada banyak jenis empirisme ,tetapi pada hakikatnya semua jenis empirisme mengutamakan pengelaman indrawi dalam proses memperoleh pengetahuan


[1] Ali Maksum,Pengantar Filsafat (Jogjakarta:Ar-ruzz Media,2008),halaman357
[2] Uyoh Sadulloh,Pengantar Filsafat Pendidikan (Bandung:Alfabeta, 2003),halaman 32.
[3] Louis O.Kattsoff(alih bahasa Soejono Soemargono),Pengantar Filsafat(New York:The ronald Press Company/Yogyakarta:Tiara wacana yogya (,halaman 133
[4] Ibid dan Ali Maksum,Pengantar Filsafat (Jogjakarta:Ar-ruzz Media,2008),halaman357
[5] Ishom Ahmadi,Ya ayyatuha an-nafsu al-muthmainnah
[6] Louis O.Kattsoff(alih bahasa Soejono Soemargono),Pengantar Filsafat(New York:The ronald Press Company/Yogyakarta:Tiara wacana yogya (,halaman 134

[7] Ali Maksum,Pengantar Filsafat (Jogjakarta:Ar-ruzz Media,2008),halaman357

0 comments: