Minggu, 05 Agustus 2012

Penelusuran Teori Kedua dan Ketiga Einstein dalam Al Qur'an

Teori Kedua
Sebagaimana diketahui bahwa kecepatan cahaya “c” yang harganya sama dengan 299.792,5 km/detik (berdasarkan Al-Qur’an) adalah suatu besaran atau konstanta yang sangat penting dalam teori Einstein. Artinya, tanpa diketahui harga "c" tersebut teori Einstein tidak ada artinya sama sekali! Melalui penjelasan yang sederhana ini, maka dapat disimpulkan bahwa Al-Qur'an dengan ayat-ayatnya yang tersurat maupun yang tersirat telah lebih dulu memuat masalah cahaya maupun kecepatan cahaya dibandingkan dengan teori Einstein. Sejak diturunkan 15 abad yang lalu, Al-Qur'an telah memuat masalah cahaya, hanya saja kecepatan cahaya dalam Al-Qur'an baru terungkap dan bisa dihitung pada masa sekarang. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa Al-Qur'an telah memuat teori Einstein. Mungkin ada yang bertanya dan membantah dengan mengatakan bahwa belum semua teori Einstein tersirat di dalam Al-Qur'an, itu baru sebagian saja! Mungkin pertanyaan dan bantahan itu ada benarnya. Akan tetapi kalau kita lihat teori Einstein yang lain, yaitu teori Einstein kedua mengenai kesetaran energi dan massa suatu benda: E = m c2, mungkin pertanyaan dan bantahan itu bisa dijawab.? Coba kita simak kembali teori kesetaraan energi dan massa atau teori Einstein kedua:
E = m c2
E = energi.
m = massa suatu benda.
c = kecepatan cahaya.

Berdasarkan teori kesetaraan energi dan massa tersebut, berarti energi suatu benda itu ada, kalau benda tersebut masih mempunyai massa. Dengan kata lain, kalau energi suatu bendy berkurang berarti massy benda itu juga berkurang. Teori kedua Einstein tersebut kiranya dapat diterapkan pada bintang yang padam, atau lebih dikenal dengan "the whitedwarf". Bintang yang padam atau tak bersinar lagi berarti energinya berkurang dan ternyata dari pengamatan dengan telescope bintang yang padam tersebut akan menjadi ringan dan kehilangan gaya gravitasinya, sehingga garis edarnya (orbit) menjadi tidak teratur karena tertarik oleh gravitasi bintang lain.
Ternyata apa yang diuraikan, di atas, yaitu bintang yang padam kemudian garis edarnya berubah yang dalam astronomi disebut dengan "the white dwarf" telah ada dalam Al-Qur'an! Cobalah simak ayat-ayat Al-Qur'an berikut ini:
"Maka apabila pemandangan telah kacau balau, dan bulan hilag cahayanya, dan matahari dan bulan dikumpulkan" (QS. A Qiyaamah, 75:7-9).
Kalau dicermati ayat tersebut di atas, bulan hilang cahayanya berarti bulan sudah tidak mendapat sinar dari matahari karena matahari telah padam, kemudian bulan dan matahari dikumpulkan berarti garis edarnya (orbit) telah berubah.
Contoh dari kejadian ayat tersebut sudah ditunjukkan oleh bintang yang padam yang terjadi di luar tata surya kita, "the white dwarf"! Sedangkan contoh bintang yang padam tersebut adalah penerapan dari teori kedua Einstein! Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Al-Qur'an secara tidak langsung sudah memuat teori kedua Einstein!! Wallahu alam bishawab. Bagaimana pendapat anda? Sama? Svukur Alhamdulillah! jadi, teori kedua Einstein juga sudah tersirat di dalam Al-Qur'an. Akan tetapi, kalau anda tidak sependapat dengan uraian tersebut di atas, tidak jadi masalah, mungkin pendapat anda justru akan menambah kekayaari tafsir Al-Qur'an! Silahkan anda kemukakan pendapat anda.

Penelusuran teori ketiga Einstein dalam Al-Qur'an.

Sekarang coba kita simak teori ketiga Einstein, atau lebih dikenal sebagai teori relativitas khusus Einstein Secara umum teori ketiga Einstein tersebut mengemukakan bahwa benda yang bergerak yang sangat cepat akan mempunyai massa yang lebih besar dari pada massa diamnya.Hubungan massa benda bergerak dan massa diamnya adalah sebagai berikut:
m =   


dimana:
m   = massa benda bergerak.
m0 = massa diam benda (tak bergerak).
v = kecepatan benda bergerak.
c = kecepatan cahaya.

Teori relativitas  Einstein tersebut kalau diterapkan kepada usaha manusia untuk pergi ke bintang (angkasa luar) di luar tata surya kita, mengandung pengertian bahwa ma­nusia harus terbang dengan.kecepatan mendekati atau sama dengan cahaya. Mengapa harus terbang mendekati atau sama dengan kecepatan cahaya? Karena perjalanan menuju bintang di luar tata surya kita jaraknya begitu jauh. Coba bayangkan, bintang terdekat dari tata surya kita, yaitu bintang Alpha Centauri jaraknya kurang lebih 4 tahun cahaya. Jarak 4 tahun cahaya dalam bidang astronomi akan sama dengan:
(4 x 365 x 24 x 60 x 60) detik x 300.000 km/detik = 378,43-2 x 1011 km.
Atau sama dengan = 37.843.200.000.000 km.
Berarti kalau manusia akan menempuh jarak tersebut dengan kecepatan cahaya akan memerlukan waktu 4 tahun, terbang non stop!! Coba kita analisa persoalan tersebut:
a.           Manusia terbang dengan kecepatan cahaya, jelas tidak bisa!
b.           Seandainya bisa terbang dengan kecepatan cahaya, make massa manusia menjadi (dimana manusia terbang dengan kecepatan v = c):
m =     = tak terhingga

massa manusia menjadi tak terhingga, ini jelas ti mungkin dan ini berarti analisa (b) juga tidak bisa'.
Dari analisa (a) dan (b) dapat disimpulkan bahwa manusia kalau akan pergi ke bintang terdekat, di  tata surya kita, jelas tidak bisa.
Bagaimana kalau kecepatan terbang dikurangi, mica dengan kecepatan 1/100 kecepatan cahaya. Berapa kecepatannya = 3000 km/detik = 3000 x 3600 km/ jam 10.800.000 km/jam. Coba kita analisa kemungkinan persoalan ini.

c.         Kendaraan/pesawat ruang angkasa berkecepatan juta km/jam, rasanya mustahil bisa diciptakan, faktor gesekan udara yang menimbulkan panas sangat tinggi pada pesawat yang menyebabkan pesawat akan terbakar. Jelas pengandaian ini tidak bisa!
d.        Seandainya kecepatan 10,8 juta km/jam bisa dicapai, maka waktu tempuh ke bintang terdekat tersebut akan sama dengan:
4 tahun/ 1/100 =  400 tahun.

Berarti manusia harus terbang selama 400 tahun non stop! pengandaian ini jelas tidak bisa.
Dari analisa (c) dan (d) dapat disimpulkan juga bahwa manusia kalau akan pergi ke bintang terdekat, di luar tata surya kita, jelas tidak bisa. Jadi teori ketiga Einstein tersebut jika diterapkan pada keinginan manusia untuk melakukan penerbangan ke bintang (terdekat) di luar tata surya kita,
Jelas tidak mungkin bisa! Artinya teori ketiga Einstein tersebut benar! Lantas bagaimana kaitannya dengan Al-Qur'an? Adakah Al-Qur'an memuat ayat-ayat yang menyiratkan adanya teori ketiga Einstein tersebut? Coba kita simak ayat Al-Qur'an berikut ini:
“...... jika kamu mampu menembus (melintasi) penjtini langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak bisa menembusnya melainkan dengan kekuatan. ” (QS. Ar Rahmaan, 55:33)t
Ayat 33 Surat Ar Rahmaan tersebut mengisyaratkan bahwa manusia tidak bisa keluar dari tata surya, tidak bisa ang ke bintang terdekat, sesuai dengan analisa (a), (b), (c) dan (d) tersebut di atas. Manusia pergi ke bulan sudah bisa, karena sudah punya "kekuatan" yaitu ilmu peroketan untuk mengalahkan gaya tarik bumi. Akan tetapi perjalanan manusia ke bulan, masih termasuk dalam tata surya belum keluar dari tata surya kita. Perjalanan manusia keluar dari tata surya, berdasarkan apa yang tersirat dalam ayat 33 Surat Ar Rahmaan dan berdasarkan analiasa (a), (b), (c), (d) dari teori ketiga Einstein tersebut, keduanya menyatakan bahwa manusia tidak mungkin untuk terbang menuju ke bintang yang ada di luar tata surya kita. Berdasarkan penjelasan ini, maka secara tidak langsung Al-Qur'an telah memuat teori ketiga Einstein!
Jadi Al-Qur'an secara tidak langsung telah memuat keterangan teori pertama, teori kedua dan teori ketiga Einstein. Al-Qur'an yang ditulis 15 abad yang lalu, sudah mengisyaratkan ketiga macam teori Einstein tersebut. Hal ini menambah keyakinan umat Islam akan kebenaran ayat­ayat Al-Qur'an yang diwahyukan kepada Nabi akhirul zaman, pembawa rakhmat bagi semesta alam.
Walaupun kecepatan cahaya dalam Al-Qur'an bare bisa diungkapkan dan dihitung pada masa sekarang, akan tetapi hal ini justru menambah keyakinan bahwa dengan mempe­lajari ilmu pengetahuan akan makin mendekatkan manusia kepada Sang Pencipta. Selain dari pada itu, eksistensi Tuhan yang dicari oleh para ilmuwan selama ini (terutama oleh para ilmuwan barat), makin terbukti nyata adanya! Contoh perhitungan cahaya menurut ayat-ayat yang di dalam Al-Qur'an tersebut, juga membuktikan bahwa kajian ayat-ayat kaunniyyah akan makin mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta sesuai dengan firman Allah berikut ini:
"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami pada segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa sesungguhnya (Al-Qur'an) itu adalah benar. Tidakkah cukup bahwa Tuhanmu sesungguhnya Dia menyaksikan segala suatu?" (QS. Fushshilat, 41:53).
Perlu juga diketahui bahwa ilmuwan-ilmuwan Muslim terkemuka pada masa lampau memandang bahwa kajian dan pengamatan alam semesta adalah sebagai cara untuk menyak­sikan ayat-ayat Allah yang tersebar di jagat raga. Hal ini sebagairnana yang diungkapkan oleh Al Biruni, seorang ilmu­wan Muslim terkemuka yang hidup pada abad 11 sebagai berikut:
"Manakala seseorang memutuskan untuk membedakan antara kebenaran dan kebatilan, dia hares mengkaji alam semesta dan menemukan apakah ia abadi ataukah dicip­takan. Iika seseorang mengira bahwa dia tidak mem­butuhkan jenis pengetahuan ini, dia poerlu berpikir tentang hukum-hukum yang mengatur dunia kita ini, sebagiannya atau keseluruhannya. Ini akan membawa­nya untuk mengetahui kebenaran mengenai mereka dan merintis jalan untuk mengetahui Wujud yang mengarah­kan dan mengendalikan alam semesta dan untuk menge­tahui sifat-sifatNya. Ini dalam kenyataannya, adalah sebentuk kebenaran yang telah diperintahkan Tuhan untuk dicari oleh hamba-hambaNya yang berihnu dan Tuhan mengatakan kebenaran ketika Dia mengatakan:
..........  dan merekamerenungkan tentang peiiciptaaii laiigit dare bwni (seraya berkata), " Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia."(QS. Ali Imran, 3:191). Ayat ini berisi apa yang telah saya jelaskan secara terperinci; dan jika orang bekerja sesuai dengannya, ia akan bisa mempunyai akses kepada semua cabang ilmu pengetahuan."
Ternyata apa yang dikatakan oleh Al Biruni seorang ilmuwan Muslim pada abad ke 11 yang lalu, juga sama dengan apa yang dikatakan oleh seorang ilmuwan barat perintis ilmu pengetahuan modern masa kini, yaitu Robert Boyle yang mengatakan:
"Manakala dengan teleskop yang kuat saya menjelajahi bintang-bintang dan planet-planet yang lama dan yang bare ditemukan...., manakala dengan mikroskop yang bagus saya menilik karya alam yang menarik per­hatian...., manakala dengan bantuan pisau-pisau ana­tomi dan cahaya tanur-tanur kimiawi saya mengkaji kitab alam...., saya menemukan diri saya bersama pemazmur, Wahai, betapa banyaknya karya-Mu, Oh Tuhan. Engkau telah menciptakan itu semua dengan kebijaksanaan."
Jadi, kalau dilihat pernyataan kedua orang ilmuwan tersebut di atas, walaupun keduanya tidak saling mengenal dan hidup mereka juga terpisah 9 abad, tapi mereka mem­punvai pandangan yang sama, bahwa pengamatan tentang alam semesta ini akan membawa kedekatan manusia kepa _zz. Tuhan seru sekalian alam! Persil sama dengan apa yang tersurat dan tersirat di dalam Al-Qur'an. Subhanallah.

Kalau diperhatikan lebih lanjut contoh perhitungan kecepatan cahaya berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an tersebut atas, tampak jelas bahwa ilmu agama dan ilmu astrofis, astronomi, matematika dapat saling melengkapi saling memperkuat ilmu-ilmu tersebut. Dengan kata lain, ilmu agama dan ilmu non agama tidak saling bertentangan manakala manusia ingin mencari kebenaran dalam rangka mendapat­kan eksistensi Tuhan. Hal ini kiranya sesuai pula dengan pernyataan filosof Muslim Murtadha Mutahhari yang menga­takan bahwa:
"Pada dasarnya, tidaklah benar membagai ihnu menjadi 2 kelompok ilmu agama dan ilmu non agama. Ini akan menimbulkan kesalahpahaman bahwa yang disebut ilmu-ihnu non agama adalah asing bagi Islam. Keleng­kapan dan finalitas Islam menuntut bahwa ilmu apapun yang bermanfaat yang dibutuhkan oleh masyarakat Is­lam disebut ilmu keagamaan."
Pernyataan Murtadha Mutahhari tersebut di atas, secara tersirat juga ingin mengemukakan bahwa ilmu-ihnu non agama bila dirunut akan menuju kepada sumbernya, vaitu Al-Qur'an. Lebih jauh lagi apa yang diungkapkan oleh Murtadha Mutah hari tersebut, ternyata juga senada dengan pendapat ilmuwan Muslim lainnya, yaitu Maududi yang menegaskan bahwa :
"Harus diingat bahwa Islam berbeda dengan Kristen, tidak mengakui pemisahan pendidikan menjadi 2 bagian yang ketat, yakni pendidikan agama dan pendidikan sekuler. Islam tidak terbatas pada akidah dan etika saja. Bahkan is mencakup seluruh  kehidupan kita. Karenanva, pendidikan Islam tidak dapat dipisahkan dari pen­didikan sekuler."
Pernyataan kedua orang cendekiawan Muslim tersebut di atas, patut untuk diingat kaitannya dengan usaha pembuk­tian bahwa Al-Qur'an sudah memuat terlebih dulu teori Einstein yang menjadi bahasan utama pada bab ini. Melalui tulisan ini diharapkan akan makin banyak orang yang tertarik untuk mengkaji ayat-ayat kaunniyyah kaitannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa kini dan masa mendatang, sekaligus untuk membuktikan bahwa Al Qur’an dapat dipakai sebagai rujukan atau acuan di dalam membahas ilmu pengetahuan dan teknologi.

0 comments: