Teori Kedua
Sebagaimana diketahui bahwa kecepatan
cahaya “c” yang harganya sama dengan 299.792,5 km/detik (berdasarkan Al-Qur’an)
adalah suatu besaran atau konstanta yang sangat penting dalam teori Einstein.
Artinya, tanpa diketahui harga "c" tersebut teori Einstein tidak ada
artinya sama sekali! Melalui penjelasan yang sederhana ini, maka dapat
disimpulkan bahwa Al-Qur'an dengan ayat-ayatnya yang tersurat maupun yang
tersirat telah lebih dulu memuat masalah cahaya maupun kecepatan cahaya
dibandingkan dengan teori Einstein. Sejak diturunkan 15 abad yang lalu,
Al-Qur'an telah memuat masalah cahaya, hanya saja kecepatan cahaya dalam
Al-Qur'an baru terungkap dan bisa dihitung pada masa sekarang. Dengan demikian
maka dapat dikatakan bahwa Al-Qur'an telah memuat teori Einstein. Mungkin ada
yang bertanya dan membantah dengan mengatakan bahwa belum semua teori Einstein
tersirat di dalam Al-Qur'an, itu baru sebagian saja! Mungkin pertanyaan dan
bantahan itu ada benarnya. Akan tetapi kalau kita lihat teori Einstein yang
lain, yaitu teori Einstein kedua mengenai kesetaran energi dan massa suatu benda:
E = m c2, mungkin pertanyaan dan bantahan itu bisa dijawab.? Coba
kita simak kembali teori kesetaraan energi dan massa atau teori Einstein kedua:
E = m c2
E = energi.
m = massa suatu benda.
c = kecepatan cahaya.
Berdasarkan
teori kesetaraan energi dan massa tersebut, berarti energi suatu benda itu ada,
kalau benda tersebut masih mempunyai massa. Dengan kata lain, kalau energi
suatu bendy berkurang berarti massy benda itu juga
berkurang. Teori kedua Einstein tersebut kiranya dapat diterapkan pada bintang
yang padam, atau lebih dikenal dengan "the whitedwarf". Bintang yang
padam atau tak bersinar lagi berarti energinya berkurang dan ternyata dari
pengamatan dengan telescope bintang yang padam tersebut akan menjadi ringan dan
kehilangan gaya gravitasinya, sehingga garis edarnya (orbit) menjadi tidak
teratur karena tertarik oleh gravitasi bintang lain.
Ternyata apa
yang diuraikan, di atas, yaitu bintang yang padam kemudian garis edarnya
berubah yang dalam astronomi disebut dengan "the white dwarf" telah
ada dalam Al-Qur'an! Cobalah simak ayat-ayat Al-Qur'an berikut ini:
"Maka apabila pemandangan telah
kacau balau, dan bulan hilag cahayanya, dan matahari dan bulan dikumpulkan" (QS. A Qiyaamah, 75:7-9).
Kalau
dicermati ayat tersebut di atas, bulan hilang cahayanya berarti bulan sudah
tidak mendapat sinar dari matahari karena matahari telah padam, kemudian bulan
dan matahari dikumpulkan berarti garis edarnya (orbit) telah berubah.
Contoh dari
kejadian ayat tersebut sudah ditunjukkan oleh bintang yang padam yang terjadi
di luar tata surya kita, "the white dwarf"! Sedangkan contoh bintang
yang padam tersebut adalah penerapan dari teori kedua Einstein! Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa Al-Qur'an secara tidak langsung sudah memuat teori kedua
Einstein!! Wallahu alam bishawab. Bagaimana pendapat anda? Sama? Svukur
Alhamdulillah! jadi, teori kedua Einstein juga sudah tersirat di dalam
Al-Qur'an. Akan tetapi, kalau anda tidak sependapat dengan uraian tersebut di
atas, tidak jadi masalah, mungkin pendapat anda justru akan menambah kekayaari
tafsir Al-Qur'an! Silahkan anda kemukakan pendapat anda.
Penelusuran
teori ketiga Einstein dalam Al-Qur'an.
Sekarang coba
kita simak teori ketiga Einstein, atau lebih dikenal sebagai teori relativitas
khusus Einstein Secara umum teori ketiga Einstein tersebut mengemukakan bahwa
benda yang bergerak yang sangat cepat akan mempunyai massa yang lebih besar
dari pada massa diamnya.Hubungan massa benda bergerak dan massa diamnya adalah
sebagai berikut:
m =
dimana:
m = massa benda
bergerak.
m0 = massa diam benda (tak bergerak).
v = kecepatan benda bergerak.
c = kecepatan cahaya.
Teori
relativitas Einstein tersebut kalau
diterapkan kepada usaha manusia untuk pergi ke bintang (angkasa luar) di luar
tata surya kita, mengandung pengertian bahwa manusia harus terbang
dengan.kecepatan mendekati atau sama dengan cahaya. Mengapa harus terbang
mendekati atau sama dengan kecepatan cahaya? Karena perjalanan menuju bintang
di luar tata surya kita jaraknya begitu jauh. Coba bayangkan, bintang terdekat
dari tata surya kita, yaitu bintang Alpha Centauri jaraknya kurang lebih 4
tahun cahaya. Jarak 4 tahun cahaya dalam bidang astronomi akan sama dengan:
(4 x 365 x 24 x 60 x 60) detik x 300.000 km/detik =
378,43-2 x 1011 km.
Atau
sama dengan = 37.843.200.000.000 km.
Berarti kalau
manusia akan menempuh jarak tersebut dengan kecepatan cahaya akan memerlukan
waktu 4 tahun, terbang non stop!! Coba kita analisa persoalan tersebut:
a.
Manusia terbang dengan kecepatan cahaya, jelas tidak bisa!
b.
Seandainya bisa terbang dengan kecepatan cahaya, make massa manusia
menjadi (dimana manusia terbang dengan kecepatan v = c):
m =
= tak
terhingga
massa manusia
menjadi tak terhingga, ini jelas ti mungkin dan ini berarti analisa (b) juga
tidak bisa'.
Dari analisa
(a) dan (b) dapat disimpulkan bahwa manusia kalau akan pergi ke bintang
terdekat, di tata surya kita, jelas
tidak bisa.
Bagaimana
kalau kecepatan terbang dikurangi, mica dengan kecepatan 1/100 kecepatan
cahaya. Berapa kecepatannya = 3000 km/detik = 3000 x 3600 km/ jam 10.800.000
km/jam. Coba kita analisa kemungkinan persoalan ini.
c.
Kendaraan/pesawat ruang angkasa berkecepatan juta km/jam, rasanya
mustahil bisa diciptakan, faktor gesekan udara yang menimbulkan panas sangat tinggi
pada pesawat yang menyebabkan pesawat akan terbakar. Jelas pengandaian ini
tidak bisa!
d.
Seandainya kecepatan 10,8 juta km/jam bisa dicapai, maka waktu tempuh ke
bintang terdekat tersebut akan sama dengan:
4 tahun/ 1/100 = 400
tahun.
Berarti manusia harus terbang selama 400 tahun non stop! pengandaian ini
jelas tidak bisa.
Dari analisa
(c) dan (d) dapat disimpulkan juga bahwa manusia kalau akan pergi ke bintang
terdekat, di luar tata surya kita, jelas tidak bisa. Jadi teori ketiga Einstein
tersebut jika diterapkan pada keinginan manusia untuk melakukan penerbangan ke
bintang (terdekat) di luar tata surya kita,
Jelas tidak mungkin bisa!
Artinya teori ketiga Einstein tersebut benar! Lantas bagaimana kaitannya dengan
Al-Qur'an? Adakah Al-Qur'an memuat ayat-ayat yang menyiratkan adanya teori
ketiga Einstein tersebut? Coba kita simak ayat Al-Qur'an berikut ini:
“...... jika
kamu mampu menembus (melintasi) penjtini langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu
tidak bisa menembusnya melainkan dengan kekuatan. ” (QS. Ar Rahmaan,
55:33)t
Ayat 33 Surat
Ar Rahmaan tersebut mengisyaratkan bahwa manusia tidak bisa keluar dari tata
surya, tidak bisa ang ke bintang terdekat, sesuai dengan analisa (a), (b), (c)
dan (d) tersebut di atas. Manusia pergi ke bulan sudah bisa, karena sudah punya
"kekuatan" yaitu ilmu peroketan untuk mengalahkan gaya tarik bumi.
Akan tetapi perjalanan manusia ke bulan, masih termasuk dalam tata surya belum
keluar dari tata surya kita. Perjalanan manusia keluar dari tata surya,
berdasarkan apa yang tersirat dalam ayat 33 Surat Ar Rahmaan dan berdasarkan analiasa
(a), (b), (c), (d) dari teori ketiga Einstein tersebut, keduanya menyatakan
bahwa manusia tidak mungkin untuk terbang menuju ke bintang yang ada di luar
tata surya kita. Berdasarkan penjelasan ini, maka secara tidak langsung
Al-Qur'an telah memuat teori ketiga Einstein!
Jadi Al-Qur'an
secara tidak langsung telah memuat keterangan teori pertama, teori kedua dan
teori ketiga Einstein. Al-Qur'an yang ditulis 15 abad yang lalu, sudah
mengisyaratkan ketiga macam teori Einstein tersebut. Hal ini menambah keyakinan
umat Islam akan kebenaran ayatayat Al-Qur'an yang diwahyukan kepada Nabi
akhirul zaman, pembawa rakhmat bagi semesta alam.
Walaupun
kecepatan cahaya dalam Al-Qur'an bare bisa diungkapkan dan dihitung pada masa
sekarang, akan tetapi hal ini justru menambah keyakinan bahwa dengan mempelajari
ilmu pengetahuan akan makin mendekatkan manusia kepada Sang Pencipta. Selain
dari pada itu, eksistensi Tuhan yang dicari oleh para ilmuwan selama ini
(terutama oleh para ilmuwan barat), makin terbukti nyata adanya! Contoh
perhitungan cahaya menurut ayat-ayat yang di dalam Al-Qur'an tersebut, juga
membuktikan bahwa kajian ayat-ayat kaunniyyah akan makin mendekatkan diri
kepada Sang Maha Pencipta sesuai dengan firman Allah berikut ini:
"Kami
akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami pada segenap
penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa
sesungguhnya (Al-Qur'an) itu adalah benar. Tidakkah cukup bahwa Tuhanmu
sesungguhnya Dia menyaksikan segala suatu?" (QS. Fushshilat, 41:53).
Perlu juga
diketahui bahwa ilmuwan-ilmuwan Muslim terkemuka pada masa lampau memandang
bahwa kajian dan pengamatan alam semesta adalah sebagai cara untuk menyaksikan
ayat-ayat Allah yang tersebar di jagat raga. Hal ini sebagairnana yang diungkapkan
oleh Al Biruni, seorang ilmuwan Muslim terkemuka yang hidup pada abad 11
sebagai berikut:
"Manakala seseorang memutuskan untuk membedakan antara kebenaran dan
kebatilan, dia hares mengkaji alam semesta dan menemukan apakah ia abadi
ataukah diciptakan. Iika seseorang mengira bahwa dia tidak membutuhkan jenis
pengetahuan ini, dia poerlu berpikir tentang hukum-hukum yang mengatur dunia
kita ini, sebagiannya atau keseluruhannya. Ini akan membawanya untuk
mengetahui kebenaran mengenai mereka dan merintis jalan untuk mengetahui Wujud
yang mengarahkan dan mengendalikan alam semesta dan untuk mengetahui
sifat-sifatNya. Ini dalam kenyataannya, adalah sebentuk kebenaran yang telah
diperintahkan Tuhan untuk dicari oleh hamba-hambaNya yang berihnu dan Tuhan
mengatakan kebenaran ketika Dia mengatakan:
.......... dan merekamerenungkan tentang peiiciptaaii
laiigit dare bwni (seraya berkata), " Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia."(QS. Ali Imran, 3:191). Ayat ini
berisi apa yang telah saya jelaskan secara terperinci; dan jika orang bekerja
sesuai dengannya, ia akan bisa mempunyai akses kepada semua cabang ilmu pengetahuan."
Ternyata apa
yang dikatakan oleh Al Biruni seorang ilmuwan Muslim pada abad ke 11 yang lalu,
juga sama dengan apa yang dikatakan oleh seorang ilmuwan barat perintis ilmu
pengetahuan modern masa kini, yaitu Robert Boyle yang mengatakan:
"Manakala
dengan teleskop yang kuat saya menjelajahi bintang-bintang dan planet-planet
yang lama dan yang bare ditemukan...., manakala dengan mikroskop yang bagus
saya menilik karya alam yang menarik perhatian...., manakala dengan bantuan
pisau-pisau anatomi dan cahaya tanur-tanur kimiawi saya mengkaji kitab
alam...., saya menemukan diri saya bersama pemazmur, Wahai, betapa banyaknya
karya-Mu, Oh Tuhan. Engkau telah menciptakan itu semua dengan
kebijaksanaan."
Jadi, kalau
dilihat pernyataan kedua orang ilmuwan tersebut di atas, walaupun keduanya
tidak saling mengenal dan hidup mereka juga terpisah 9 abad, tapi mereka mempunvai
pandangan yang sama, bahwa pengamatan tentang alam semesta ini akan membawa
kedekatan manusia kepa _zz. Tuhan seru sekalian alam! Persil sama dengan apa
yang tersurat dan tersirat di dalam Al-Qur'an. Subhanallah.
Kalau
diperhatikan lebih lanjut contoh perhitungan kecepatan cahaya berdasarkan
ayat-ayat Al-Qur'an tersebut atas, tampak jelas bahwa ilmu agama dan ilmu astrofis,
astronomi, matematika dapat saling melengkapi saling memperkuat ilmu-ilmu
tersebut. Dengan kata lain, ilmu agama dan ilmu non agama tidak saling bertentangan
manakala manusia ingin mencari kebenaran dalam rangka mendapatkan eksistensi
Tuhan. Hal ini kiranya sesuai pula dengan pernyataan filosof Muslim Murtadha
Mutahhari yang mengatakan bahwa:
"Pada dasarnya, tidaklah benar membagai ihnu menjadi 2 kelompok ilmu
agama dan ilmu non agama. Ini akan menimbulkan kesalahpahaman bahwa yang
disebut ilmu-ihnu non agama adalah asing bagi Islam. Kelengkapan dan finalitas
Islam menuntut bahwa ilmu apapun yang bermanfaat yang dibutuhkan oleh
masyarakat Islam disebut ilmu keagamaan."
Pernyataan
Murtadha Mutahhari tersebut di atas, secara tersirat juga ingin mengemukakan
bahwa ilmu-ihnu non agama bila dirunut akan menuju kepada sumbernya, vaitu
Al-Qur'an. Lebih jauh lagi apa yang diungkapkan oleh Murtadha Mutah hari
tersebut, ternyata juga senada dengan pendapat ilmuwan Muslim lainnya, yaitu
Maududi yang menegaskan bahwa :
"Harus
diingat bahwa Islam berbeda dengan Kristen, tidak mengakui pemisahan pendidikan
menjadi 2 bagian yang ketat, yakni pendidikan agama dan pendidikan sekuler.
Islam tidak terbatas pada akidah dan etika saja. Bahkan is mencakup
seluruh kehidupan kita. Karenanva,
pendidikan Islam tidak dapat dipisahkan dari pendidikan sekuler."
Pernyataan kedua
orang cendekiawan Muslim tersebut di atas, patut untuk diingat kaitannya dengan
usaha pembuktian bahwa Al-Qur'an sudah memuat terlebih dulu teori Einstein
yang menjadi bahasan utama pada bab ini. Melalui tulisan ini diharapkan akan
makin banyak orang yang tertarik untuk mengkaji ayat-ayat kaunniyyah kaitannya
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa kini dan masa
mendatang, sekaligus untuk membuktikan bahwa Al Qur’an dapat dipakai sebagai
rujukan atau acuan di dalam membahas ilmu pengetahuan dan teknologi.
0 comments:
Posting Komentar