A.
Pengertian Dan Sejarah Munculnya mu’tazilah
Kata mu’tazilah
diambil dari bahasa Arab yaitu اعتزل
yang aslinya adalah kata عزل yang berarti
memisahkan atau menyingkirakan. Menurut Ahmad Warson, kata azala dan azzala
mempunyai arti yang sama dengan kata asalnya. Arti yang sama juga akan kita
temui di munjid, meskipun ia menambahkan satu arti yaitu mengusir. Kenapa Hasan
Bashri mengatakan “ I’tazala anna washil” bukan dengan “in’azala anna Washil”,
ini karena konotasi yang kedua menunjukkan perpisahan secara menyeluruh,
sedangkan Washil memang hanya terpisah hanya dari pengajian gurunya, sedangkan
mereka tetap menjalin silaturrahmi hingga gurunya wafat.[1]
Kelompok pemuja
akal ini muncul di kota Bashrah (Irak) pada abad ke-2 Hijriyah, antara tahun
105-110 H, tepatnya di masa pemerintahan khalifah Abdul Malik bin Marwan dan
khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah
mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi
Al-Ghozzal. Ia lahir di kota Madinah pada tahun 80 H dan mati pada tahun 131 H.
Di dalam menyebarkan bid’ahnya, ia didukung oleh ‘Amr bin ‘Ubaid (seorang
gembong Qadariyyah kota Bashrah) setelah keduanya bersepakat dalam suatu
pemikiran bid’ah,
yaitu
mengingkari taqdir[2]
dan sifat-sifat Allah[3],
dan masalah terhadap kepemimpinan dan kepemerintahan[4].[5]
Seiring dengan
bergulirnya waktu, kelompok Mu’tazilah semakin berkembang dengan sekian banyak
sektenya. Hingga kemudian para dedengkot mereka mendalami buku-buku filsafat
yang banyak tersebar di masa khalifah Al-Makmun. Maka sejak saat itulah manhaj
mereka benar-benar terwarnai oleh manhaj ahli kalam (yang berorientasi pada
akal dan mencampakkan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah ).[6]
Oleh karena
itu, tidaklah aneh bila kaidah nomor satu mereka berbunyi: “Akal lebih
didahulukan daripada syariat (Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’) dan akal-lah
sebagai kata pemutus dalam segala hal. Bila syariat bertentangan dengan akal
–menurut persangkaan mereka– maka sungguh syariat tersebut harus dibuang atau
ditakwil.[7]
B.
Gerakan Kaum Mu’tazilah
1.
Gerakan
kaum Mu`tazilah pada mulanya memiliki dua cabang yaitu :
a.
Di
Basrah (Iraq) yang dipimpin oleh Washil Ibn Atha` dan Amr Ibnu Ubaid dengan
murid-muridnya, yaitu Ustman bin Ath Thawil , Hafasah bin Salim dll. Ini
berlangsung pada permulaan abad ke 2 H. Kemudian pada awal abad ke 3 H wilayah
Basrah dipimpin oleh Abu Huzail Al-Allah (wafat 235), kemudian Ibrahim bin
Sayyar (211 H) kumudian tokoh Mu`tazilah lainnya.
b.
Di
Bagdad (iraq) yang dipimpin dan didirikan oleh Basyir bin Al-Mu`tamar salah
seorang pemimpin Basrah yang dipindah ke Bagdad kemudian mendapat dukungan dari
kawan-kawannya, yaitu Abu Musa Al- Musdar, Ahmad bin Abi Daud dll.
2.
Inilah
imam-imam Mu`tazilah di sekitar abad ke 2 dan ke 3 H. DI Basrah dan di Bagdad,
khalifah-khalifah Islam yang tereang-terangan menganut aliran ini dan
mendukunhnya adalah :
a.
Yazid
bin Walid (Khalifah Bani Umayyah yang berkuasa pada tahun 125-126 H)
b. Ma`mun bin Harun Ar-Rasyid
(Khalifah Bani Abbasiah 198-218 H)
c. Al- Mu`tashim bin Harun Ar-Rasyid (Khalifah Bani Abbasiah
218-227 H)
d. Al- Watsiq bin Al- Mu`tashim (Khalifah Bani Abbasiah 227-232 H)
3.
Diantara
gembong-gembong ulama Mu`tazilah lainya adalah :
a. Utsman Al- Jahidz,
pengarang kitab Al- Hewan (wafat 255 H)
b. Syarif Radhi (406 H)
c. Abdul Jabbar bin Ahmad
yang terkenal dengan sebutan Qadhi`ul Qudhat.
d. Syaikh Zamakhsari
pengarang tafsir Al- Kasysyaf (528 )
e. Ibnu Abil Hadad pengarang
kitab Syarah Nahjul Balaghah (655)
C.
Aqidah dan ajaran mu’tazilah
1.
Lima
dasar utama (Al Ushul Al Khomsah) yaitu[8]:
a.
Tauhid[9]
b.
Al-Adlu(keadilan)[10]
c.
Infadzu
Al-Wa’id[11]
d.
Al-Manzilah
Al-Manzilatain[12]
e.
Amar
Ma’ruf Nahi Munkar[13].
2.
Mengandalkan
akal secara penuh da;lam masalah akidah. Mereka mendahulukan akal atas nash,
mena’wil ayat yang tak sesuai dengan akal mereka dan menolak hadits yang
bertentangan dengan akal menurut anggapan mereka. Mereka terkenal berani dan
melampaui batas dan menggunakan akal, karena itu mereka sering disebut sebagai
kaum rasionalis[14].
3.
Menghujat
dan mencela para sahabat Rasulullah. Mu’tazialah gemar mengkritik dan mencela
sahabat dengan tuduhan-tuduhan keji. Tuduhan keji ini menunjukkan bahwa mereka
bukan mencari kebenaran, justru menunjukkan niat yang buruk. Mereka mengkritik
keras ijtihad yang melakukan para sahabat dengan tuduhan mendahulukan hawa
nafsu atas nash[15].
4.
Mengingkari
hadits mutawatir
5.
Menolak
kehujjahan hadits ahad[16].
D.
Paham Mu’tazialah
1.
Kalam
Allah
Kalam Allah menurut Mu’tazilah adalah makhluk, berupa suara dan
huruf. Ada beberapa dalil al Qur’an yang di jadikan pijakan mereka seperti: kholqu
tedapat pada surat al An‘am 101,julu’ terdapat pada surat az Zu’ruf
3,huduts terdapat pada surat al Kahfi 6.
Dari premis berikut, terkadang seseorang mempunyai konklusi yang
keliru. Ketika ada orng membaca al Qur’an, maka yang akan kita dengar adalah
suara yang membaca. Sedangkan suara itu adalah makhluk yang merupakan kalam
Allah, jadi kalam Allah adalah makhluk.
Untuklebih memudahkan pemahaman kita, di sini akan kami sampaikan
sebuah perumpamaan. Ketika anda mendengar Zaid berkata, kemudian perkataan itu
anda tiru atau anda tulis dalam selembar kertas. Setelah ini anda
mengatakan,”ini adalah kalam Zaid”. Yang anda kehendaki tentunya bukanlah suara
yang telah anda ucapakan atau tulisan yang anda tulis, melainkan makna dan
lafadz yang pernah disuarakan atau ditulis oleh Zaid[17].
Al Qur’an adalah kalam Allah. Kalam Allah merupakan salah satu
sifat dari beberapa sifat DzatNya. Sifat Allah mustahil berupa makhluk dan
hadats (sesuatu yang tidak ada menjadi ada). Allah berfirman,”Sesungguhnya
perkataan kami terhadap sesuatau apabila kami menghendakinya, Kami hanya
mengatakan kepadanya:”Kun(jadilah)”, maka jadilah ia” (QS.an Nahl:40).
Seandainya al Qur’an itu merupakan makhluk, tentunya al Qur’an akan diciptakan
dengan firman Allah “Kun” (jadilah). Mustahil firman Allah “Kun”
itu tercipta dengan firman “Kun” yang lain, sebab proses seperti ini
terus membutuhkan “Kun” kedua”Kun” ketiga, dan seterusnya. Inilah
yang disebut tasalsul(berantai), yang tidak mungkin bagi Allah[18].
Meniadakan sifat-sifat Allah, dengan alasan
bahwa menetapkannya merupakan kesyirikan. Namun ternyata mereka mentakwil sifat
Kalam (berbicara) bagi Allah dengan sifat Menciptakan, sehingga mereka
terjerumus ke dalam keyakinan kufur bahwa Al-Qur’an itu makhluq, bukan
Kalamullah. Demikian pula mereka mentakwil sifat Istiwaa’ Allah dengan sifat
Istilaa’ (menguasai).
Kalau memang menetapkan sifat-sifat bagi
Allah merupakan kesyirikan[1],
mengapa mereka tetapkan sifat menciptakan dan Istilaa’ bagi`Allah?
Para pembaca, betapa nyata dan jelasnya kesesatan kelompok pemuja akal ini.
Oleh karena itu Al-Imam Abul-Hasan Al-Asy’ari (yang sebelumnya sebagai tokoh
Mu’tazilah) setelah mengetahui kesesatan mereka yang nyata, berdiri di masjid
pada hari Jum’at untuk mengumumkan baraa’ (berlepas diri) dari madzhab
Mu’tazilah. Beliau melepas pakaian yang dikenakannya seraya mengatakan: “Aku
lepas madzhab Mu’tazilah sebagaimana aku melepas pakaianku ini.” Dan ketika
Allah beri karunia beliau hidayah untuk menapak manhaj Ahlussunnah Wal Jamaah,
maka beliau tulis sebuah kitab bantahan untuk Mu’tazilah dan kelompok sesat
lainnya dengan judul Al-Ibanah ‘an Ushulid-Diyanah[2]
[1] Lihat
kitab Al-Intishar Firraddi Alal-Mu’tazilatil-Qadariyyah Al-Asyrar, Al-Milal
Wan-Nihal, Al-Ibanah ‘an Ushulid-Diyanah, Syarh Al-Qashidah An-Nuniyyah dan
Ash-Shawa’iq Al-Mursalah ‘alal Jahmiyyatil-Mu’aththilah
[1]
http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/04/perkembangan-teologi-rasional-islam.html
[2]
Pemikiran mereka : manusia menciptakan
perbuatan mereka sendiri, terlepas ( tidak ada kaitannya ) dengan
ketetapan/taqdir Alloh Azza wa Jalla .
Pemahaman
ini mereka ambil dari Firqoh Qodariyah, sehingga dikenallah mu’ tazilah sebagai kelompok/firqoh Qodariyah dalam
masalah pengingkaran terhadap taqdir Alloh Azza wa Jalla .
[3]
Pemikiran mereka : Menolak terhadap sifat-sifat Alloh Azza wa Jalla dan
meyakini bahwa Al Qur’an adalah makhluk
Pemahaman
ini mereka ambil dari pemikiran firqoh Jahmiyah (pengikut Jahm bin Shafwan),
sehingga dalam masalah asma dan sifat Alloh Azza wa Jalla, Mu’tazilah
sependapat dengan pemikiran Jahmiyyah, juga mereka mengingkari bahwa setiap
muslim kelak akan melihat Rabb-nya di akhirat dengan mata mereka.
[4]
Pemikiran mereka : Amar ma’ruf terhadap pemerintah
yang
mereka maksud yaitu wajib memberontak kepada pemerintah muslim yang dzalim
terhadap rakyatnya), pemikiran ini mereka ambil dari aqidah Khawarij.
Pemikiran
mereka dalam masalah imamah/kepemimpinan : Wajib adanya imam atau khilafah pada
setiap masa
pemikiran ini meraka ambil dari firqoh
syi’ah.
[5]
Lihat Firaq Mu’ashirah, karya Dr. Ghalib bin ‘Ali Awaji, 2/821, Siyar A’lam
An-Nubala, karya Adz-Dzahabi, 5/464-465, dan
Al-Milal Wan-Nihal, karya Asy-Syihristani hal. 46-48
[8] Tim
ulin nuha ma’had ‘aly an nur Dirosatul Firoq Solo. Pustaka Arofah hal.
131
[9]
Yang mereka maksud dengan At-Tauhid
adalah mengingkari dan meniadakan sifat-sifat Allah, dengan dalil bahwa menetapkan sifat-sifat
tersebut berarti telah menetapkan untuk masing-masingnya tuhan, dan ini suatu
kesyirikan kepada Allah, menurut mereka (Firaq Mu’ashirah, 2/832). Oleh karena
itu mereka menamakan diri dengan Ahlut-Tauhid atau Al-Munazihuuna lillah
(orang-orang yang mensucikan Allah).
[10] Keadilan versi mereka adalah
mereka menolak takdir karena menetapkannya berarti Allah mendzolimi hambaNya.
Mereka mengatakan Allah tidak menciptakan keburukan dan tidak menghukum dengan
adanya perbuatan jahat, jika Allah menciptakan kejahatan kemudian menyiksa
mereka atas kejahatan mereka, itu artinya Allah Dzolim , padahal Allah itu
tidak dzolim tapi adil.
[11] Maknanya orang yang berbuat dosa
besar bila belum bertaubat sebelum meninggal, pasti kekal di neraka dan tidak
ada syafa’at baginya.
[12] Pelaku dosa besar keluar dari
imam dan tidak masuk dalam kekafiran
[13] Di antara Amar Ma’ruf Nahi
Munkar menurut mereka seperti boleh
memberontak dengan senjata melawan penguasa yang dzolim. Lihat Syrhu Aqidah
Thahawiyah hal. 793
[14] Tim Ulin Nuha. hal.133
[15] Tim Ulin Nuha.hal 134
[17]
Purna siswa Aliyah 2007 Madrasah Hidayatul Mubtadi’in. Polaritas Sekterian. Kediri.Tinta
.hal136
[18]
Purna siswa.hal137
[19] Lihat
kitab Al-Intishar Firraddi Alal-Mu’tazilatil-Qadariyyah Al-Asyrar, Al-Milal
Wan-Nihal, Al-Ibanah ‘an Ushulid-Diyanah, Syarh Al-Qashidah An-Nuniyyah dan
Ash-Shawa’iq Al-Mursalah ‘alal Jahmiyyatil-Mu’aththilah
0 comments:
Posting Komentar